Habib
Bin Zaid Al Anshary
“Keberkahan Allah atas Kalian Wahai Penghuni Rumah. Rahmat
Allah atas Kalian Wahai Penghuni Rumah.” (Pujian Rasulullah Saw
Terhadap Habib & Keluarganya)
Di sebuah rumah dimana semerbak iman meliputi setiap penjuru.
Diiringi dengan rasa pengorbanan dari masing-masing anggota keluarga.
Disanalah tumbuh Habib Bin Zaid Al Anshary.
Ayahnya bernama Zaid bin A’shim salah seorang pemuka kaum
muslimin di Yatsrib. Dia juga termasuk salah seorang dari 70 orang yang
melakukan turut serta di Aqabah116 untuk menyatakan bai’at kepada
Rasulullah. Dan Zaid saat itu ditemani oleh istri dan dua anaknya.
Ibunya adalah Ummu Umarah yang bernasab kepada bani Al
Maziniyah117. Dialah wanita pertama yang mengangkat senjata demi
membela agama Allah Swt dan Muhammad Rasulullah Saw.
Saudaranya adalah Abdullah bin Zaid yang berani mati membela
Rasulullah Saw dalam peristiwa Uhud.
Rasulullah Saw pernah bersabda tentang keluarga ini: “Keberkahan
Allah atas kalian wahai penghuni rumah. Rahmat Allah atas kalian wahai
penghuni rumah.”
Cahaya ilahi menembus relung hati Habib bin Zaid saat ia masih
berusia muda, dan ia merasakan adanya kenyamanan dalam agama ini.
Ia mendapatkan surat perintah untuk turut serta bersama ibu, bapak,
bibi dan saudaranya pergi ke Mekkah untuk bergabung bersama 70 orang
mulia dalam membuat catatan sejarah; dimana ia akan menjulurkan
tangannya yang kecil untuk berbaiat kepada Rasulullah Saw ditengah
kegelepan Bai’at Aqabah.
Sejak saat itu, Rasulullah Saw bagi Habib adalah orang yang paling ia
cintai melebihi ibu dan bapaknya. Dan Islam baginya, kini lebih mahal
daripada dirinya sendiri.
%%%
Habib tidak ikut serta dalam perang Badr, karena pada saat itu ia masih
berusia belia.
Ia juga tidak berpartisipasi dalam perang Uhud, sebab pada saat itu ia
belum mampu untuk mengangkat senjata. Akan tetapi setelah itu ia
mengikuti semua peperangan yang dilakukan Rasulullah Saw, dan pada
setiap peperangan yang ia ikuti ia memiliki peran yang penting,
perjuangan yang luar biasa dan pengorbanan yang tiada tara.
Disamping bahwa semua pertempuran dan peperangan ini amat hebat
dan ganas yang pada hakikatnya adalah hiperbolik atas sebuah peristiwa
besar yang akan kami paparkan selanjutnya bagi Anda. Sebuah kisah yang
akan menyentuh dan mengguncangkan perasaanmu sebagiaman telah
mengguncang perasaan jutaan orang; sejka zaman kenabian hingga saat
kini. Kisah ini akan membuatmu kagum, sebagaimana ia telah memberikan
kekaguman kepada banyak orang sepanjang zaman.
Marilah kita dengarkan kisah yang memukau ini dari bagian awalnya.
%%%
Pada tahun 9 Hijriyah. Islam pada waktu itu sudah kuat, kokoh dan
mengakar. Pada saat itulah banyak delegasi bangsa Arab berdatangan dari
daerah yang jauh untuk menjumpai Rasulullah Saw di Yatsrib serta untuk
menyatakan keislaman mereka di hadapan Beliau saw lalu berbai’at untuk
senantiasa patuh dan setia kepada Beliau Saw.
Salah satu dari delegasi ini adalah utusan dari Bani Haifah yang datang
dari daerah dataran tinggi Najd.
%%%
Para delegasi itu mengikatkan unta-unta mereka di pinggiran kota
Madinah. Dan mereka menitipkan barang-barang mereka kepada seorang
pria yang dikenal dengan Musailamah bin Khabib Al Hanafi. Kemudian
delegasi ini lalu berjalan untuk menemui Nabi Saw dan menyatakan
keislaman mereka dan kaumnya dihadapan Nabi Saw. Lalu Rasulullah Saw
menerima kedatangan mereka dengan hangat dan memerintahkan agar
masing-masing mereka diberikan hadiah, termasuk hadiah bagi teman
mereka yang mereka titipkan barang.
%%%
Delegasi ini belum lagi sampai ke tanah air mereka di Najd, sewaktu
Musailamah bin Habib menyatakan murtad (keluar dari Islam) dan berkata
di hadapan mereka: “Bahwa dirinya adalah seorang Nabi yang diutus Allah
kepada Bani Hanifah sebagaimana Allah telah mengutus Muhammad bin
Abdullah kepada Quraisy
“Keberkahan Allah atas Kalian Wahai Penghuni Rumah. Rahmat
Allah atas Kalian Wahai Penghuni Rumah.” (Pujian Rasulullah Saw
Terhadap Habib & Keluarganya)
Di sebuah rumah dimana semerbak iman meliputi setiap penjuru.
Diiringi dengan rasa pengorbanan dari masing-masing anggota keluarga.
Disanalah tumbuh Habib Bin Zaid Al Anshary.
Ayahnya bernama Zaid bin A’shim salah seorang pemuka kaum
muslimin di Yatsrib. Dia juga termasuk salah seorang dari 70 orang yang
melakukan turut serta di Aqabah116 untuk menyatakan bai’at kepada
Rasulullah. Dan Zaid saat itu ditemani oleh istri dan dua anaknya.
Ibunya adalah Ummu Umarah yang bernasab kepada bani Al
Maziniyah117. Dialah wanita pertama yang mengangkat senjata demi
membela agama Allah Swt dan Muhammad Rasulullah Saw.
Saudaranya adalah Abdullah bin Zaid yang berani mati membela
Rasulullah Saw dalam peristiwa Uhud.
Rasulullah Saw pernah bersabda tentang keluarga ini: “Keberkahan
Allah atas kalian wahai penghuni rumah. Rahmat Allah atas kalian wahai
penghuni rumah.”
Cahaya ilahi menembus relung hati Habib bin Zaid saat ia masih
berusia muda, dan ia merasakan adanya kenyamanan dalam agama ini.
Ia mendapatkan surat perintah untuk turut serta bersama ibu, bapak,
bibi dan saudaranya pergi ke Mekkah untuk bergabung bersama 70 orang
mulia dalam membuat catatan sejarah; dimana ia akan menjulurkan
tangannya yang kecil untuk berbaiat kepada Rasulullah Saw ditengah
kegelepan Bai’at Aqabah.
Sejak saat itu, Rasulullah Saw bagi Habib adalah orang yang paling ia
cintai melebihi ibu dan bapaknya. Dan Islam baginya, kini lebih mahal
daripada dirinya sendiri.
%%%
Habib tidak ikut serta dalam perang Badr, karena pada saat itu ia masih
berusia belia.
Ia juga tidak berpartisipasi dalam perang Uhud, sebab pada saat itu ia
belum mampu untuk mengangkat senjata. Akan tetapi setelah itu ia
mengikuti semua peperangan yang dilakukan Rasulullah Saw, dan pada
setiap peperangan yang ia ikuti ia memiliki peran yang penting,
perjuangan yang luar biasa dan pengorbanan yang tiada tara.
Disamping bahwa semua pertempuran dan peperangan ini amat hebat
dan ganas yang pada hakikatnya adalah hiperbolik atas sebuah peristiwa
besar yang akan kami paparkan selanjutnya bagi Anda. Sebuah kisah yang
akan menyentuh dan mengguncangkan perasaanmu sebagiaman telah
mengguncang perasaan jutaan orang; sejka zaman kenabian hingga saat
kini. Kisah ini akan membuatmu kagum, sebagaimana ia telah memberikan
kekaguman kepada banyak orang sepanjang zaman.
Marilah kita dengarkan kisah yang memukau ini dari bagian awalnya.
%%%
Pada tahun 9 Hijriyah. Islam pada waktu itu sudah kuat, kokoh dan
mengakar. Pada saat itulah banyak delegasi bangsa Arab berdatangan dari
daerah yang jauh untuk menjumpai Rasulullah Saw di Yatsrib serta untuk
menyatakan keislaman mereka di hadapan Beliau saw lalu berbai’at untuk
senantiasa patuh dan setia kepada Beliau Saw.
Salah satu dari delegasi ini adalah utusan dari Bani Haifah yang datang
dari daerah dataran tinggi Najd.
%%%
Para delegasi itu mengikatkan unta-unta mereka di pinggiran kota
Madinah. Dan mereka menitipkan barang-barang mereka kepada seorang
pria yang dikenal dengan Musailamah bin Khabib Al Hanafi. Kemudian
delegasi ini lalu berjalan untuk menemui Nabi Saw dan menyatakan
keislaman mereka dan kaumnya dihadapan Nabi Saw. Lalu Rasulullah Saw
menerima kedatangan mereka dengan hangat dan memerintahkan agar
masing-masing mereka diberikan hadiah, termasuk hadiah bagi teman
mereka yang mereka titipkan barang.
%%%
Delegasi ini belum lagi sampai ke tanah air mereka di Najd, sewaktu
Musailamah bin Habib menyatakan murtad (keluar dari Islam) dan berkata
di hadapan mereka: “Bahwa dirinya adalah seorang Nabi yang diutus Allah
kepada Bani Hanifah sebagaimana Allah telah mengutus Muhammad bin
Abdullah kepada Quraisy
Maka
serentaklah kaumnya mendatangi Musailamah dengan berbagai
macam motivasi yang terpentingnya adalah karena fanatisme kesukuan,
sehingga ada salah seorang di antara mereka mengatakan: “Aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah orang yang jujur dan Musailamah adalah
pendusta. Akan tetapi seorang pendusta dari Rabiah118 lebih aku sukai
daripada orang yang jujur dari Mudhar.119
%%%
Saat Musailamah semakin kokoh dan banyak mendapatkan dukungan,
ia menuliskan sebuah surat kepada Rasulullah Saw yang berbunyi: “Dari
Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah. Semoga
kesejahteraan bagimu. Amma Ba’du… Aku telah berbagi urusan dengan
mu. Bagi kami adalah separuh bumi, dan bagi Quraisy separuhnya lagi.
Akan tetapi Quraisy adalah kaum yang melewati batas.”
Musailamah mengirimkan surat tersebut lewat dua orang dari
kaumnya. Saat surat tersebut dibacakan kepada Nabi Saw, lalu Beliau
bertanya kepada kedua utusan tadi: “Apa pendapat kalian berdua?” Mereka
menjawab: “Kami berpendapat sebagaimana yang ia katakan.” Kemudian
Rasulullah bersabda kepada keduanya: “Demi Allah, kalau saja para Rasul
tidak dibunuh, maka pasti sudah aku tebas leher kalian berdua!” Kemudian
Rasul mengirimkan surat kepada Musailamah yang berbunyi:
“Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada
Musailamah sang pendusta. Kesejahteraan kepada mereka yang mengikuti
petunjuk. Amma Ba’du… Bumi adalah milik Allah yang Ia wariskan kepada
siapa saja dari hamba-Nya yang Ia kehendaki, dan akibat yang baik
hanyalah bagi orang yang bertaqwa.”
Kemudian Rasulullah Saw menitipkan surat tersebut kepada kedua
orang tadi.
%%%
Kejahatan yang dilakukan oleh Musailamah semakin merebak dan
merajalela. Lalu Rasulullah Saw mengambil keputusan untuk mengirimkan
sebuah surat kepadanya yang berisikan ancaman untuk menghentikan
kesesatan dirinya. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh tokoh cerita kita ini
yang bernama Habib bin Zaid untuk membawa surat tersebut kepada
Musailamah.
Pada hari itu, Habib bin Zaid hanyalah seorang pemuda yang baru
menginjak usia remaja. Namun ia adalah seorang pemuda yang teguh
beriman dengan menjaga keimanannya dari ujung rambut hingga ujung
kakinya.
macam motivasi yang terpentingnya adalah karena fanatisme kesukuan,
sehingga ada salah seorang di antara mereka mengatakan: “Aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah orang yang jujur dan Musailamah adalah
pendusta. Akan tetapi seorang pendusta dari Rabiah118 lebih aku sukai
daripada orang yang jujur dari Mudhar.119
%%%
Saat Musailamah semakin kokoh dan banyak mendapatkan dukungan,
ia menuliskan sebuah surat kepada Rasulullah Saw yang berbunyi: “Dari
Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah. Semoga
kesejahteraan bagimu. Amma Ba’du… Aku telah berbagi urusan dengan
mu. Bagi kami adalah separuh bumi, dan bagi Quraisy separuhnya lagi.
Akan tetapi Quraisy adalah kaum yang melewati batas.”
Musailamah mengirimkan surat tersebut lewat dua orang dari
kaumnya. Saat surat tersebut dibacakan kepada Nabi Saw, lalu Beliau
bertanya kepada kedua utusan tadi: “Apa pendapat kalian berdua?” Mereka
menjawab: “Kami berpendapat sebagaimana yang ia katakan.” Kemudian
Rasulullah bersabda kepada keduanya: “Demi Allah, kalau saja para Rasul
tidak dibunuh, maka pasti sudah aku tebas leher kalian berdua!” Kemudian
Rasul mengirimkan surat kepada Musailamah yang berbunyi:
“Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada
Musailamah sang pendusta. Kesejahteraan kepada mereka yang mengikuti
petunjuk. Amma Ba’du… Bumi adalah milik Allah yang Ia wariskan kepada
siapa saja dari hamba-Nya yang Ia kehendaki, dan akibat yang baik
hanyalah bagi orang yang bertaqwa.”
Kemudian Rasulullah Saw menitipkan surat tersebut kepada kedua
orang tadi.
%%%
Kejahatan yang dilakukan oleh Musailamah semakin merebak dan
merajalela. Lalu Rasulullah Saw mengambil keputusan untuk mengirimkan
sebuah surat kepadanya yang berisikan ancaman untuk menghentikan
kesesatan dirinya. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh tokoh cerita kita ini
yang bernama Habib bin Zaid untuk membawa surat tersebut kepada
Musailamah.
Pada hari itu, Habib bin Zaid hanyalah seorang pemuda yang baru
menginjak usia remaja. Namun ia adalah seorang pemuda yang teguh
beriman dengan menjaga keimanannya dari ujung rambut hingga ujung
kakinya.
Berangkatlah
Habib bin Zaid untuk menjalankan perintah Rasulullah
Saw tanpa merasa ragu dan khawatir. Ia melewati bukit dan lereng
sehingga ia tiba di perkampungan Bani Hanifah di dataran tinggi Najd.
Kemudian ia menyerahkan surat Rasulullah Saw kepada Musailamah.
Begitu Musailamah membaca apa yang tertuliskan dalam surat tersebut,
maka terpancarlah rona kemarahan dan kedengkian dari dalam dadanya.
Dari roman mukanya yang berwarna merah terlihat adanya kejahatan dan
pengkhianatan. Musailamah lalu memerintahkan pembantunya untuk
mengikat Habib bin Zaid dan membawanya pada esok hari di waktu
Dhuha.
Keesokan harinya Musailamah membuka majlisnya. Disekelilingnya
ada para pemuka kaum yang menjadi pengikut dirinya yang terbesar.
Musailamah juga mengizinkan kalangan umum untuk hadir. Kemudian ia
memerintahkan agar Habib bin Zaid di bawa masuk, dan masuklah ia
dengan tangan dan kaki terikat.
%%%
Habib bin Zaid berdiri di tengah kerumunan yang ramai ini. Ia
mendapati bahwa orang yang ada semuanya penuh dengan kedengkian
dan kebencian. Mereka semua terlihat emosi dan selalu mendenguskan
hidung mereka sebagai tanda kekesalan.
Kemudian Musailamah melihat ke arah Habib dan bertanya: “Apakah
engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?” Ia menjawab: “Ya.
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Maka Musailamah
berdiam sejenak tanda marah lalu bertanya: “Apakah engkau bersaksi
bahwa aku adalah Rasulullah?” Maka Habib menjawab dengan nada sinis:
“Telingaku sedikit tuli sehingga tidak bisa mendengar apa yang kau
katakan.”
Maka berubahlah rona wajah Musailamah dan ia mulai menggigit
bibirnya tanda marah dan ia berkata kepada para algojonya: “Potonglah
sebuah anggota dari tubuhnya!”
Lalu datanglah para algojo menghampiri Habib. Mereka memotong
salah satu anggota tubuhnya sehingga bagian yang terpotong tersebut
menggelinding di atas tanah…
Kemudian Musailamah mengulangi pertanyaan yang sama kepadanya:
“Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?” Ia
menjawab: “Ya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.”
Musailamah bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah
Rasulullah?” Habib menjawab: “Aku telah katakan kepadamu, bahwa
telingaku sedikit tuli sehingga tidak bisa mendengarkan apa yang kau
katakan.
Saw tanpa merasa ragu dan khawatir. Ia melewati bukit dan lereng
sehingga ia tiba di perkampungan Bani Hanifah di dataran tinggi Najd.
Kemudian ia menyerahkan surat Rasulullah Saw kepada Musailamah.
Begitu Musailamah membaca apa yang tertuliskan dalam surat tersebut,
maka terpancarlah rona kemarahan dan kedengkian dari dalam dadanya.
Dari roman mukanya yang berwarna merah terlihat adanya kejahatan dan
pengkhianatan. Musailamah lalu memerintahkan pembantunya untuk
mengikat Habib bin Zaid dan membawanya pada esok hari di waktu
Dhuha.
Keesokan harinya Musailamah membuka majlisnya. Disekelilingnya
ada para pemuka kaum yang menjadi pengikut dirinya yang terbesar.
Musailamah juga mengizinkan kalangan umum untuk hadir. Kemudian ia
memerintahkan agar Habib bin Zaid di bawa masuk, dan masuklah ia
dengan tangan dan kaki terikat.
%%%
Habib bin Zaid berdiri di tengah kerumunan yang ramai ini. Ia
mendapati bahwa orang yang ada semuanya penuh dengan kedengkian
dan kebencian. Mereka semua terlihat emosi dan selalu mendenguskan
hidung mereka sebagai tanda kekesalan.
Kemudian Musailamah melihat ke arah Habib dan bertanya: “Apakah
engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?” Ia menjawab: “Ya.
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Maka Musailamah
berdiam sejenak tanda marah lalu bertanya: “Apakah engkau bersaksi
bahwa aku adalah Rasulullah?” Maka Habib menjawab dengan nada sinis:
“Telingaku sedikit tuli sehingga tidak bisa mendengar apa yang kau
katakan.”
Maka berubahlah rona wajah Musailamah dan ia mulai menggigit
bibirnya tanda marah dan ia berkata kepada para algojonya: “Potonglah
sebuah anggota dari tubuhnya!”
Lalu datanglah para algojo menghampiri Habib. Mereka memotong
salah satu anggota tubuhnya sehingga bagian yang terpotong tersebut
menggelinding di atas tanah…
Kemudian Musailamah mengulangi pertanyaan yang sama kepadanya:
“Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?” Ia
menjawab: “Ya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.”
Musailamah bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah
Rasulullah?” Habib menjawab: “Aku telah katakan kepadamu, bahwa
telingaku sedikit tuli sehingga tidak bisa mendengarkan apa yang kau
katakan.
Kemudian
Musailamah memerintahkan para algojonya untuk
memotong anggota tubuh Habib yang lain. Maka dipotonglah salah satu
anggota tubuh yang lain dari diri Habib sehingga anggota tubuh tersebut
jatuh menggelinding di tanah dan berkumpul dengan anggota tubuh yang
terpotong lebih dahulu. Para manusia yang hadir pada saat itu
menyaksikan dengan mata kepala mereka dengan keheranan atas
keteguhan dan penolakan Habib kepada Musailamah.
Terus saja Musailamah bertanya, para algojo memotong bagian
tubuhnya, namun Habib tetap menjawab: “Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah.”
Sehingga hampir separuh tubuhnya telah terpotong dan berceceran di
atas tanah… sementara separuhnya lagi adalah merupakan tumpukan yang
berbicara. Akhirnya, ruhnya pun meninggalkan jasad, sementara kedua
bibirnya yang suci terus menyebut nama Nabi Saw yang telah ia bai’at pada
malam Aqabah… yaitu nama Muhammad sebagai Rasulullah.
Kisah tewasnya Habib terdengar oleh ibunya yang bernama Nasibah Al
Maziniah. Ia mampu menerimanya dan dapat menguasai kesedihannya. Ia
berharap anaknya akan mendapatkan balasan terbaik dari Allah.
Pada peristiwa Yamamah. Abu Bakar As Shiddiq menyiapkan sebuah
pasukan untuk memerangi Musailamah Al Kadzzab. Dan Abu Bakar
menjadikan panglima atas pasukan ini adalah Khalid bin Walid ra.
Maka bergabunglah dalam pasukan pejuang yang gagah berani ini
Nasibah Al Maziniah dan putranya yang bernama Abdullah. Keduanya
berniat untuk berjihad di jalan Allah sekaligus menuntut balas atas Habib
dari orang yang telah membunuhnya.
%%%
Pada perang Yamamah yang sengit, terlihatlah Nasibah yang
menerobos pasukan musuh dengan semangat bagaikan seekor singa betina
yang menerkam, dan ia berkata: “Mana musuh Allah? Tunjukan kepadaku,
mana musuh Allah?”
Saat ia menemukan Musailamah telah terjerembab di atas tanah dengan
pedang kaum muslimin yang berlumuran darahnya, maka tenang dan
puaslah jiwa Nasibah. Mengapa tidak?… Bukankah Allah Swt telah
membalaskan hal yang setimpal kepada orang celaka yang telah
membunuh putranya yang berbakti lagi bertaqwa?
Benar. Keduanya telah kembali kepada Tuhannya. Akan tetapi salah
seorang kembali ke surga, dan yang satunya lagi kembali ke neraka.
memotong anggota tubuh Habib yang lain. Maka dipotonglah salah satu
anggota tubuh yang lain dari diri Habib sehingga anggota tubuh tersebut
jatuh menggelinding di tanah dan berkumpul dengan anggota tubuh yang
terpotong lebih dahulu. Para manusia yang hadir pada saat itu
menyaksikan dengan mata kepala mereka dengan keheranan atas
keteguhan dan penolakan Habib kepada Musailamah.
Terus saja Musailamah bertanya, para algojo memotong bagian
tubuhnya, namun Habib tetap menjawab: “Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah.”
Sehingga hampir separuh tubuhnya telah terpotong dan berceceran di
atas tanah… sementara separuhnya lagi adalah merupakan tumpukan yang
berbicara. Akhirnya, ruhnya pun meninggalkan jasad, sementara kedua
bibirnya yang suci terus menyebut nama Nabi Saw yang telah ia bai’at pada
malam Aqabah… yaitu nama Muhammad sebagai Rasulullah.
Kisah tewasnya Habib terdengar oleh ibunya yang bernama Nasibah Al
Maziniah. Ia mampu menerimanya dan dapat menguasai kesedihannya. Ia
berharap anaknya akan mendapatkan balasan terbaik dari Allah.
Pada peristiwa Yamamah. Abu Bakar As Shiddiq menyiapkan sebuah
pasukan untuk memerangi Musailamah Al Kadzzab. Dan Abu Bakar
menjadikan panglima atas pasukan ini adalah Khalid bin Walid ra.
Maka bergabunglah dalam pasukan pejuang yang gagah berani ini
Nasibah Al Maziniah dan putranya yang bernama Abdullah. Keduanya
berniat untuk berjihad di jalan Allah sekaligus menuntut balas atas Habib
dari orang yang telah membunuhnya.
%%%
Pada perang Yamamah yang sengit, terlihatlah Nasibah yang
menerobos pasukan musuh dengan semangat bagaikan seekor singa betina
yang menerkam, dan ia berkata: “Mana musuh Allah? Tunjukan kepadaku,
mana musuh Allah?”
Saat ia menemukan Musailamah telah terjerembab di atas tanah dengan
pedang kaum muslimin yang berlumuran darahnya, maka tenang dan
puaslah jiwa Nasibah. Mengapa tidak?… Bukankah Allah Swt telah
membalaskan hal yang setimpal kepada orang celaka yang telah
membunuh putranya yang berbakti lagi bertaqwa?
Benar. Keduanya telah kembali kepada Tuhannya. Akan tetapi salah
seorang kembali ke surga, dan yang satunya lagi kembali ke neraka.
KIsah dan Teladan Rasul Habib Bin Zaid Al Anshary
Reviewed by kopi pancong
on
November 12, 2017
Rating:
No comments: