Abu
Thalhah Al Anshary
(Zaid Bin Sahl)
“Abu Thalhah Menjalani Hidupnya dengan Berpuasa & Berjihad. Ia
Juga Mati dalam Kondisi Berpuasa dan Berjihad…”
Zaid bin Sahl yang dijuluki dengan Abu Thalhah mengetahui bahwa Al
Rumaisha binti Milhan An Najariyah120 yang dikenal dengan nama Ummu
Salim sudah tidak bersuami lagi setelah suaminya meninggal dunia. Maka
gembiralah hati Abu Thalhah mendengarnya.(Zaid Bin Sahl)
“Abu Thalhah Menjalani Hidupnya dengan Berpuasa & Berjihad. Ia
Juga Mati dalam Kondisi Berpuasa dan Berjihad…”
Zaid bin Sahl yang dijuluki dengan Abu Thalhah mengetahui bahwa Al
Rumaisha binti Milhan An Najariyah120 yang dikenal dengan nama Ummu
Salim sudah tidak bersuami lagi setelah suaminya meninggal dunia. Maka
Tidak mengherankan, karena Ummu Salim adalah seorang wanita yang
amat menjaga harga diri dan terkenal kecerdasan akalnya.
Maka Abu Thalhah berniat untuk meminangnya sebelum ia kedahuluan
oleh orang lain yang berminat untuk mengkhitbah wanita seperti Ummu
Salim ini… Abu Thalhah begitu percaya diri bahwa Ummu Salim tidak
akan menolak pinangannya dan menerima pinangan pria lain. Sebab dia
adalah seorang pria dewasa yang berusia matang. Memiliki status
terhormat. Dan memiliki harta yang banyak.
Ditambah lagi, ia adalah salah seorang patriot Bani Najjar, dan salah
seorang pemanah Yatsrib yang terkenal.
%%%
Berangkatlah Abu Thalhah ke rumah Ummu Salim…
Saat di tengah jalan, Abu Thalhah teringat bahwa Ummu Salim telah
mendengarkan dakwah yang disampaikan oleh seorang Da’I dari Mekkah
yang bernama Mus’ab bin Umair. Ia tahu bahwa Ummu Salim telah
beriman kepada Muhammad dan masuk ke dalam agamanya.
Akan tetapi masih saja Abu Thalhah berkata dalam dirinya:
“Memangnya kenapa? Bukankah suami Ummu Salim yang telah meninggal
pun masih berpegang teguh dengan agama kakek moyangnya, dan
berpaling dari agama dan dakwah Muhammad?!
Abu Thalhah
sampai di rumah Ummu Salim dan ia meminta agar
diizinkan masuk. Ummu Salim pun memberinya izin. Saat itu, anak Ummu
Salim yang bernama Anas turut mendampinginya. Lalu Abu Thalhah
mengutarakan maksudnya dan Ummu Salim menjawab: “Orang sepertimu,
ya Abu Thalhah tidak akan ditolak. Akan tetapi aku tidak akan menikah
denganmu karena engkau adalah orang kafir.” Maka Abu Thalhah segera
menduga bahwa Ummu Salim telah berdalih dan ia telah memilih orang
lain yang lebih banyak hartanya dan lebih mulya kedudukannya.
Kemudian ia bertanya: “Demi Allah, Siapakah orangnya yang telah
membuatmu menolak ku, wahai Ummu Salim?”
Ummu Salim balik bertanya: “Lalu apa yang menghalangiku?!”
Abu Thalhah menjawab: “Benda yang kuning dan putih, yaitu emas dan
perak mungkin?”
Ummu Salim bertanya keheranan: “Emas dan perak?!”
Abu Thalhah menjawab dengan dugaan: “Ya.”
Ummu Salim berkata: “Aku bersaksi kepadamu, wahai Abu Thalhah.
Dan aku bersaksi kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa jika engkau masuk
Islam maka aku akan menerimamu sebagai suami tanpa perlu diberi emas
dan perak. Dan aku akan menjadikan keislamanmu sebagai maharnya!”
%%%
Begitu Abu Thalhah mendengar ucapan Ummu Salim, maka pikirannya
melayang kepada berhala yang ia buat dari kayu terbaik. Ia membayangkan
berhala yang selalu ia sembah sebagaimana yang sering dilakukan oleh
para pembesar kaumnya.
Akan tetapi Ummu Salim tidak memberinya kesempatan dan langsung
bertanya: “Apakah engkau tidak tahu, wahai Abu Thalhah bahwa tuhan
yang kau sembah selain Allah adalah tumbuh dan berasal dari tanah?!”
Abu Thalhah menjawab: “Benar.” Ummu Salim mengejar: “Apakah
engkau tidak merasa malu jika engkau menyembah bagian dari pohon yang
separuhnya engkau sembah dan pada saat yang sama ada orang lain yang
menjadikannya sebagai kayu bakar. Orang tersebut memanfaatkan api dari
kayu tadi atau membuat roti dari tepung dengan api tadi… Jika engkau
masuk Islam, wahai Abu Thalhah maka aku akan menerimamu sebagai
suami, dan aku tidak meminta mahar apapun selain Islam.
Abu Thalhah bertanya: “Siapa yang dapat membuatku masuk Islam?”
Ummu Salim menjawab: “Aku yang akan melakukannya untukmu.” Abu
Thalhah bertanya: “Bagaimana caranya?” Ummu Salim menjawab:
“Ucapkanlah kalimat haq dan kau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Lalu akhirnya, Abu Thalhah
dapat menikahi Ummu Salim.
diizinkan masuk. Ummu Salim pun memberinya izin. Saat itu, anak Ummu
Salim yang bernama Anas turut mendampinginya. Lalu Abu Thalhah
mengutarakan maksudnya dan Ummu Salim menjawab: “Orang sepertimu,
ya Abu Thalhah tidak akan ditolak. Akan tetapi aku tidak akan menikah
denganmu karena engkau adalah orang kafir.” Maka Abu Thalhah segera
menduga bahwa Ummu Salim telah berdalih dan ia telah memilih orang
lain yang lebih banyak hartanya dan lebih mulya kedudukannya.
Kemudian ia bertanya: “Demi Allah, Siapakah orangnya yang telah
membuatmu menolak ku, wahai Ummu Salim?”
Ummu Salim balik bertanya: “Lalu apa yang menghalangiku?!”
Abu Thalhah menjawab: “Benda yang kuning dan putih, yaitu emas dan
perak mungkin?”
Ummu Salim bertanya keheranan: “Emas dan perak?!”
Abu Thalhah menjawab dengan dugaan: “Ya.”
Ummu Salim berkata: “Aku bersaksi kepadamu, wahai Abu Thalhah.
Dan aku bersaksi kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa jika engkau masuk
Islam maka aku akan menerimamu sebagai suami tanpa perlu diberi emas
dan perak. Dan aku akan menjadikan keislamanmu sebagai maharnya!”
%%%
Begitu Abu Thalhah mendengar ucapan Ummu Salim, maka pikirannya
melayang kepada berhala yang ia buat dari kayu terbaik. Ia membayangkan
berhala yang selalu ia sembah sebagaimana yang sering dilakukan oleh
para pembesar kaumnya.
Akan tetapi Ummu Salim tidak memberinya kesempatan dan langsung
bertanya: “Apakah engkau tidak tahu, wahai Abu Thalhah bahwa tuhan
yang kau sembah selain Allah adalah tumbuh dan berasal dari tanah?!”
Abu Thalhah menjawab: “Benar.” Ummu Salim mengejar: “Apakah
engkau tidak merasa malu jika engkau menyembah bagian dari pohon yang
separuhnya engkau sembah dan pada saat yang sama ada orang lain yang
menjadikannya sebagai kayu bakar. Orang tersebut memanfaatkan api dari
kayu tadi atau membuat roti dari tepung dengan api tadi… Jika engkau
masuk Islam, wahai Abu Thalhah maka aku akan menerimamu sebagai
suami, dan aku tidak meminta mahar apapun selain Islam.
Abu Thalhah bertanya: “Siapa yang dapat membuatku masuk Islam?”
Ummu Salim menjawab: “Aku yang akan melakukannya untukmu.” Abu
Thalhah bertanya: “Bagaimana caranya?” Ummu Salim menjawab:
“Ucapkanlah kalimat haq dan kau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.” Lalu akhirnya, Abu Thalhah
dapat menikahi Ummu Salim.
Kaum
muslimin berkata: “Kami tidak pernah mendengar mahar yang
lebih mulya daripada mahar Ummu Salim. Ia telah menjadikan mahar
untuknya adalah Islam.”
%%%
Sejak saat itu Abu Thalhah bergabung di bawah panji Islam, dan ia
mendedikasikan semua potensinya untuk berkhidmat di dalamnya.
Abu Thalhah lalu menjadi salah seorang dari 70 manusia yang berbaiat
kepada Rasul pada peristiwa Aqabah. Dan ia ditemani oleh istrinya yang
bernama Ummu Salim.
Dia juga salah seorang dari 12 pimpinan yang ditunjuk oleh Rasulullah
Saw pada malam itu untuk memimpin kaum muslimin Yatsrib.
Lalu Abu Thalhah turut serta dalam seluruh pertempuran yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw, dan ia melewatinya dengan begitu tegar
dan gagah berani.
Akan tetapi perjuangan yang diberikan Abu Thalhah dalam membela
Rasulullah Saw adalah pada peristiwa Uhud. Dan Anda sesaat lagi akan
mendengarkan kisah peristiwa tersebut.
%%%
Abu Thalhah begitu mencintai Rasulullah Saw sehingga mengisi relung
hati terdalamnya. Kecintaan tersebut hingga memenuhi setiap ruang aliran
darahnya. Ia tidak pernah bosan memandang Rasulullah. Ia tidak pernah
merasa jemu mendengarkan pembicaraan dan sabda Beliau… Jika Abu
Thalhah sedang berada bersama Rasulullah Saw, ia akan bertekuk lutut
dihadapan Beliau dan berkata: “Jiwaku adalah taruhan atas jiwamu.
Wajahku akan senantiasa menjadi pelindung wajahmu.”
Pada saat perang Uhud, pasukan muslimin kocar-kacir sehingga
meninggalkan Rasulullah Saw dan membuat pihak musyrikin dapat
menyerang Rasulullah Saw dari semua penjuru. Pasukan musyrikin
berhasil membuat gigi geraham Rasul tanggal. Mereka dapat melukai
kening Beliau dan melukai bibirnya. Dan darah mengalir deras dari wajah
Rasulullah…
Bahkan para pendusta meneriakkan bahwa Muhammad telah
terbunuh, sehingga pasukan muslimin bertambah lemah dan akhirnya
menyerah dihadapan para musuh Allah.
Pada saat itu, hanya tersisa sedikit orang saja yang bersama Rasulullah
Saw dan salah satunya adalah Abu Thalhah.
lebih mulya daripada mahar Ummu Salim. Ia telah menjadikan mahar
untuknya adalah Islam.”
%%%
Sejak saat itu Abu Thalhah bergabung di bawah panji Islam, dan ia
mendedikasikan semua potensinya untuk berkhidmat di dalamnya.
Abu Thalhah lalu menjadi salah seorang dari 70 manusia yang berbaiat
kepada Rasul pada peristiwa Aqabah. Dan ia ditemani oleh istrinya yang
bernama Ummu Salim.
Dia juga salah seorang dari 12 pimpinan yang ditunjuk oleh Rasulullah
Saw pada malam itu untuk memimpin kaum muslimin Yatsrib.
Lalu Abu Thalhah turut serta dalam seluruh pertempuran yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw, dan ia melewatinya dengan begitu tegar
dan gagah berani.
Akan tetapi perjuangan yang diberikan Abu Thalhah dalam membela
Rasulullah Saw adalah pada peristiwa Uhud. Dan Anda sesaat lagi akan
mendengarkan kisah peristiwa tersebut.
%%%
Abu Thalhah begitu mencintai Rasulullah Saw sehingga mengisi relung
hati terdalamnya. Kecintaan tersebut hingga memenuhi setiap ruang aliran
darahnya. Ia tidak pernah bosan memandang Rasulullah. Ia tidak pernah
merasa jemu mendengarkan pembicaraan dan sabda Beliau… Jika Abu
Thalhah sedang berada bersama Rasulullah Saw, ia akan bertekuk lutut
dihadapan Beliau dan berkata: “Jiwaku adalah taruhan atas jiwamu.
Wajahku akan senantiasa menjadi pelindung wajahmu.”
Pada saat perang Uhud, pasukan muslimin kocar-kacir sehingga
meninggalkan Rasulullah Saw dan membuat pihak musyrikin dapat
menyerang Rasulullah Saw dari semua penjuru. Pasukan musyrikin
berhasil membuat gigi geraham Rasul tanggal. Mereka dapat melukai
kening Beliau dan melukai bibirnya. Dan darah mengalir deras dari wajah
Rasulullah…
Bahkan para pendusta meneriakkan bahwa Muhammad telah
terbunuh, sehingga pasukan muslimin bertambah lemah dan akhirnya
menyerah dihadapan para musuh Allah.
Pada saat itu, hanya tersisa sedikit orang saja yang bersama Rasulullah
Saw dan salah satunya adalah Abu Thalhah.
Abu Thalhah
berdiri di depan Rasulullah Saw bagaikan gunung yang
kokoh, dimana Rasulullah Saw berdiri melindungi diri dibelakang
tubuhnya.
Lalu Abu Thalhah menggenggam erat busur panahnya. Kemudian ia
meletakkan anak panah yang tidak pernah meleset. Ia lalu membela
Rasulullah Saw mati-matian dengan mengarahkan kepada pasukan
musyrikin satu demi satu.
Nabi Saw mengintip dari balik tubuh Abu Thalhah untuk melihat
sasaran anak panahnya. Lalu Abu Thalhah berkata dengan nada khawatir
kepada Beliau: “Demi, ayah dan ibuku, janganlah engkau memunculkan
kepala kepada mereka sebab itu dapat membuatmu terkena panah mereka.
Leherku akan menjadi pelindung lehermu. Dadaku akan menjadi tameng
bagi dadamu. Aku akan berkorban untukmu…
Lalu ada seorang pria dari pasukan muslimin yang melintasi lari
dihadapan Rasulullah Saw dan ia membawa sebuah kantung berisi anak
panah. Maka Rasulullah memanggilnya dan berkata: “Hamburkan anakanak panahmu dihadapan Abu Thalhah dan janganlah kau bawa lari!”
Abu Thalhah terus melindungi Rasulullah Saw sehingga ia telah
mematahkan 3 buah busur panah. Ia telah berhasil dengan izin Allah
membunuh beberapa orang dari pasukan musyrikin. Lalu, berakhirlah
peperangan dan Allah berkenan menyelamatkan Nabi-Nya dengan
perlindungan yang telah Ia berikan kepadanya.
%%%
Bila Abu Thalhah mampu berderma di jalan Allah pada saat-saat sulit,
maka ia akan lebih dermawan lagi pada saat-saat lapang.
Yang membuktikan hal ini adalah bahwa dirinya memiliki sebuah
kebun kurma dan anggur yang tidak ditemukan di kota Yatsrib kebun yang
lebih besar pohonnya, lebih bagus buahnya dan lebih jernih airnya.
Saat Abu Thalhah sedang melakukan shalat dibawa daun-daun pohon
yang lebat, perhatiannya tertarik dengan seekor burunng yang bernyanyi,
berwarna hijau dan memiliki paruh berwarna merah. Kedua kakinya pun
berwarna.
Burung tadi melompat-lompat di dahan pohon sambil bernyanyi dan
menari. Abu Thalhah menjadi kagum dengan pemandangan ini,lalu
mengiringi pemikirannya dengan bertasbih.
Tak lama kemudian, Abu Thalhah sadarkan diri. Ia dapati bahwa
dirinya sudah tidak ingat lagi akan bilangan rakaat shalatnya? Apakah
dua… tiga? Ia sendiri tidak tahu.
Begitu ia usai melaksanakan shalat, ia mendatangi Rasulullah Saw dan
menyampaikan keluhan bahwa dirinya telah diperdaya oleh kebunnya
sendiri,dengan pohon yang rindang dan burung yang berkicau, sehingga
membuatnya lalai dari shalat.
kokoh, dimana Rasulullah Saw berdiri melindungi diri dibelakang
tubuhnya.
Lalu Abu Thalhah menggenggam erat busur panahnya. Kemudian ia
meletakkan anak panah yang tidak pernah meleset. Ia lalu membela
Rasulullah Saw mati-matian dengan mengarahkan kepada pasukan
musyrikin satu demi satu.
Nabi Saw mengintip dari balik tubuh Abu Thalhah untuk melihat
sasaran anak panahnya. Lalu Abu Thalhah berkata dengan nada khawatir
kepada Beliau: “Demi, ayah dan ibuku, janganlah engkau memunculkan
kepala kepada mereka sebab itu dapat membuatmu terkena panah mereka.
Leherku akan menjadi pelindung lehermu. Dadaku akan menjadi tameng
bagi dadamu. Aku akan berkorban untukmu…
Lalu ada seorang pria dari pasukan muslimin yang melintasi lari
dihadapan Rasulullah Saw dan ia membawa sebuah kantung berisi anak
panah. Maka Rasulullah memanggilnya dan berkata: “Hamburkan anakanak panahmu dihadapan Abu Thalhah dan janganlah kau bawa lari!”
Abu Thalhah terus melindungi Rasulullah Saw sehingga ia telah
mematahkan 3 buah busur panah. Ia telah berhasil dengan izin Allah
membunuh beberapa orang dari pasukan musyrikin. Lalu, berakhirlah
peperangan dan Allah berkenan menyelamatkan Nabi-Nya dengan
perlindungan yang telah Ia berikan kepadanya.
%%%
Bila Abu Thalhah mampu berderma di jalan Allah pada saat-saat sulit,
maka ia akan lebih dermawan lagi pada saat-saat lapang.
Yang membuktikan hal ini adalah bahwa dirinya memiliki sebuah
kebun kurma dan anggur yang tidak ditemukan di kota Yatsrib kebun yang
lebih besar pohonnya, lebih bagus buahnya dan lebih jernih airnya.
Saat Abu Thalhah sedang melakukan shalat dibawa daun-daun pohon
yang lebat, perhatiannya tertarik dengan seekor burunng yang bernyanyi,
berwarna hijau dan memiliki paruh berwarna merah. Kedua kakinya pun
berwarna.
Burung tadi melompat-lompat di dahan pohon sambil bernyanyi dan
menari. Abu Thalhah menjadi kagum dengan pemandangan ini,lalu
mengiringi pemikirannya dengan bertasbih.
Tak lama kemudian, Abu Thalhah sadarkan diri. Ia dapati bahwa
dirinya sudah tidak ingat lagi akan bilangan rakaat shalatnya? Apakah
dua… tiga? Ia sendiri tidak tahu.
Begitu ia usai melaksanakan shalat, ia mendatangi Rasulullah Saw dan
menyampaikan keluhan bahwa dirinya telah diperdaya oleh kebunnya
sendiri,dengan pohon yang rindang dan burung yang berkicau, sehingga
membuatnya lalai dari shalat.
Kemudian
Abu Thalhah berkata kepada Rasulullah Saw: “Saksikanlah,
ya Rasulullah! Aku jadikan kebun ini sebagai sedekah di jalan Allah Swt.
Gunakanlah sekehendak Allah dan Rasul-Nya!”
%%%
Abu Thalhah menjalani hidupnya dengan senantiasa berpuasa dan
berjihad. Dan ia pun mati saat berpuasa dan berjihad.
Telah diriwayatkan dalam sebuah atsar bahwa Abu Thalhah masih
terus hidup sekitar 30 tahun setelah wafatnya Rasulullah Saw dengan terus
berpuasa kecuali pada hari-hari besar dimana puasa diharamkan.
Ia terus hidup sehingga menjadi seorang tua-renta. Akan tetapi
ketuaannya tidak menjadikan dirinya terhalang dari berjihad di jalan Allah
Swt, dan mengarungi bumi untuk menegakkan kalimat Allah dan
memuliakan agama-Nya.
Salah satunya adalah ketikan pasukan muslimin berniat untuk
melakukan sebuah peperangan di lautan pada masa khalifah Utsman bin
Affan.
Abu Thalhah bersiap-siap untuk berangkat bersama pasukan muslimin,
namun anak-anaknya berkata: “Semoga Allah merahmatimu, wahai ayah
kami. Engkau kini sudah amat tua. Engkau telah berjuang bersama
Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar. Mengapa kini engkau tidak
beristirahat saja dan membiarkan kami yang melakukan jihad?”
Abu Thalhah menjawab: “Allah Swt berfirman:
“Berangkatlah dalam kondisi ringan maupun berat.” (QS. At-Taubah
[9] : 41)
Ia telah menyeru kita semua untuk berangkat… baik tua ataupun
muda, dan ia tidak pernah memberikan batasan umur.”
Kemudian ia pergi ke luar untuk berangkat…
%%%
Saat Abu Thalhah yang sudah tua itu berada di atas kapal di tengah laut
bersama pasukan muslimin yang lain, ia lalu jatuh sakit sehingga wafat.
Maka pasukan muslimin mencoba untuk mencari sebuah pulau untuk
menguburkan jasad Abu Thalhah, akan tetapi mereka tidak menemukan
satu pulau pun kecuali setelah 7 hari. Abu Thalhah selama masa itu
ditutupi oleh mereka namun jasadnya tidak berubah sedikitpun seolah dia
hanya tertidur saja
ya Rasulullah! Aku jadikan kebun ini sebagai sedekah di jalan Allah Swt.
Gunakanlah sekehendak Allah dan Rasul-Nya!”
%%%
Abu Thalhah menjalani hidupnya dengan senantiasa berpuasa dan
berjihad. Dan ia pun mati saat berpuasa dan berjihad.
Telah diriwayatkan dalam sebuah atsar bahwa Abu Thalhah masih
terus hidup sekitar 30 tahun setelah wafatnya Rasulullah Saw dengan terus
berpuasa kecuali pada hari-hari besar dimana puasa diharamkan.
Ia terus hidup sehingga menjadi seorang tua-renta. Akan tetapi
ketuaannya tidak menjadikan dirinya terhalang dari berjihad di jalan Allah
Swt, dan mengarungi bumi untuk menegakkan kalimat Allah dan
memuliakan agama-Nya.
Salah satunya adalah ketikan pasukan muslimin berniat untuk
melakukan sebuah peperangan di lautan pada masa khalifah Utsman bin
Affan.
Abu Thalhah bersiap-siap untuk berangkat bersama pasukan muslimin,
namun anak-anaknya berkata: “Semoga Allah merahmatimu, wahai ayah
kami. Engkau kini sudah amat tua. Engkau telah berjuang bersama
Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar. Mengapa kini engkau tidak
beristirahat saja dan membiarkan kami yang melakukan jihad?”
Abu Thalhah menjawab: “Allah Swt berfirman:
“Berangkatlah dalam kondisi ringan maupun berat.” (QS. At-Taubah
[9] : 41)
Ia telah menyeru kita semua untuk berangkat… baik tua ataupun
muda, dan ia tidak pernah memberikan batasan umur.”
Kemudian ia pergi ke luar untuk berangkat…
%%%
Saat Abu Thalhah yang sudah tua itu berada di atas kapal di tengah laut
bersama pasukan muslimin yang lain, ia lalu jatuh sakit sehingga wafat.
Maka pasukan muslimin mencoba untuk mencari sebuah pulau untuk
menguburkan jasad Abu Thalhah, akan tetapi mereka tidak menemukan
satu pulau pun kecuali setelah 7 hari. Abu Thalhah selama masa itu
ditutupi oleh mereka namun jasadnya tidak berubah sedikitpun seolah dia
hanya tertidur saja
Di tengah
lautan, jauh dari keluarga dan rumah, disanalah Abu
Thalhah dimakamkan.
Thalhah dimakamkan.
Jauhnya ia dikuburkan dari manusia tidak akan menyebabkaan
kemudharatan bagi dirinya, selagi ia senantiasa dekat kepada Allah Swt
kemudharatan bagi dirinya, selagi ia senantiasa dekat kepada Allah Swt
Kisah dan Teladan Sahabat Rasul Abu Thalhah Al Anshary (Zaid Bin Sahl)
Reviewed by kopi pancong
on
November 13, 2017
Rating:
No comments: