Recent Posts

Iklan Tengah Artikel 2

Kisah dan Teladan sahabat rasul : Umair bin Sa’d

Umair bin Sa’d
“Umair bin Sa’d Menangisi Dirinya.” (Umar bin Khattab)

Dalam Masa Belianya
Bocah bernama Umair bin Sa’d Al Anshary telah merasakan hidup
sebagai yatim dan orang miskin sejak kecilnya. Ayahnya telah kembali ke
pangkuan Tuhan tanpa meninggalkan harta atau orang yang akan

membiayainya.
Namun ibunya berhasil untuk menikah lagi dengan seorang hartawan
dari suku Aus78 yang dikenal dengan Al Julas bin Suwaid. Pria ini kemudian
menanggung biaya hidup Umair dan menjadikan ia sebagai anggota
keluarga.
Umair merasakan kebaikan, asuhan dan perasaan lembut yang dimiliki
Al Julas sehingga membuatnya terlupa bahwa dia adalah seorang yatim.
Umair mencintai Al Julas seperti ayahnya sendiri. Sebagaimana Al Julas
mencintai Umair seperti layaknya seorang anaknya.
Semakin Umair bertambah dewasa, maka Al Julas semakin cinta
kepadanya. Sebab Al Julas mendapati bahwa Umair memiliki tanda-tanda
kecerdasan dan kemulyaan yang terlihat dari setiap amalnya. Ia juga
memiliki sifat amanah, jujur yang terlihat dari prilakunya.
%%%
Pemuda yang bernama Umair memeluk Islam pada saat ia masih belia
belum genap 10 tahun. Iman merasuk ke dalam sebuah ruang di hatinya
dan tidak berlari dari tempatnya. Ia juga mendapati Islam dalam jiwanya
yang masih suci dan bersih. Meski masih dalam usia belia, namun ia tidak
pernah absen dari shalat berjamaah di belakang Rasulullah Saw. Ibunya
merasa bahagia setiap kali melihatnya pergi ke Masjid atau kembali
darinya. Terkadang bersama suaminya, terkadang ia berangkat sendiri saja.
%%%
Beginilah kehidupan pemuda Umair berlangsung; tenang tanpa ada
halangan dan tidak ada kekeruhan. Sehingga kehendak Allah menentukan
bahwa bocah yang hampir baligh ini akan mendapatkan cobaan yang
paling berat, dan memberikannya ujian yang jarang diterima oleh seorang
pemuda dalam usianya.
Pada tahun 9 H, Rasulullah Saw mengumumkan niatnya untuk
menyerang Romawi di Tabuk79. Beliau memerintahkan kaum muslimin
untuk bersiap-siap.
Kebiasaan Rasulullah Saw adalah jika Beliau hendak melakukan perang,
Beliau tidak akan menceritakannya. Manusia menduga bahwa Rasulullah
Saw akan menuju suatu arah yang sebenarnya bukan itu yang dimaksud.
Kecuali dalam perang Tabuk. Dalam perang ini, Rasul menceritakan
niatnya kepada seluruh manusia karena jauhnya jarak, beratnya
penderitaan, dan kuatnya musuh agar manusia semuanya mengerti akan
tugas mereka. Agar mereka dapat mempersiapkan dengan baik tugas ini.
Meskipun musim panas telah datang, cuaca panas terik terasa, buahbuahan telah masak, bayangan telah sempurna dan jiwa manusia menjadi
malas dan tak mau bergerak. Meski demikian kaum muslimin memenuhi
seruan Nabi mereka dan langsung bersiap-siap.
Namun sebagian kaum munafikin membuat tekad kaum muslimin
melemah, membuat mereka ragu, dan menjelek-jelekkan Rasulullah Saw
dan mengucapkan kata-kata yang dapat menjerumuskan mereka dalam
kekufuran.
%%%
Pada suatu hari ketika pasukan muslim akan berangkat, pemuda yang
bernama Umair bin Sa’d kembali ke rumahnya setelah menyelesaikan
shalat di Masjid. Hatinya dipenuhi dengan sekumpulan kisah menarik dari
pengorbanan kaum muslimin yang ia lihat dengan matanya dan ia dengar
lewat telinganya.
Ia melihat para wanita kaum Muhajirin dan Anshar yang datang
menghadap Rasulullah Saw lalu melepaskan dan memberikan perhiasan
mereka kepada Rasulullah untuk membayar biaya pasukan yang berperang
di jalan Allah Swt.
Dan ia melihat dengan mata kepalanya bahwa Utsman bin Affan
membawa sebuah kantung yang berisikan 1000 dinar emas dan diberikan
kepada Nabi Saw.
Ia menyaksikan Abdurrahman bin Auf membawa di atas lehernya 100
awqiyah dari emas dan diberikan kepada Rasulullah Saw.
Bahkan ia juga melihat seorang pria yang menjual kudanya untuk
dibelikan pedang sehingga ia dapat berjuang di jalan Allah.
Maka Umair bin Said menjadi amat kagum dengan peristiwa tersebut,
dan ia merasa aneh mengapa Al Julas tidak bersegera untuk siap dan
berangkat bersama Rasulullah Saw, dan mengapa ia terlambat memberikan
bantuan padahal ia adalah orang yang mampu dan memiliki keluasan.
Maka Umair berusaha untuk membangkitkan semangat Al Julas dan
memotivasinya. Umair menceritakan kisah tentang apa yang telah ia lihat
dan ia dengar. Khususnya kisah beberapa orang muslimin yang datang
menghadap Rasul Saw dan meminta Beliau agar mengizinkan mereka
untuk bergabung dengan pasukan muslimin berjihad di jalan Allah. Namun
Rasul menolak permintaan mereka sebab mereka tidak memiliki kendaraan
yang dapat membawa mereka ke sana. Maka orang-orang tadi kembali
dengan mata berlinang karena merasa sedih sebab mereka tidak
menemukan harta yang dapat mewujudkan keinginan mereka untuk
berjihad, dan mewujudkan impian mereka untuk mendapatkan kesyahidan.
Akan tetapi Al Julas setelah ia mendengarkan pembicaraan Umair,
maka meluncurlah dari mulut Al Julas yang membuat heran Umair saat
Umair mendengarnya mengucapkan: “Jika Muhammad benar sebagaimana
pengakuannya bahwa dia adalah seorang Nabi, bila demikian maka kita
adalah lebih buruk dari keledai.”
%%%
Umair kaget dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak pernah
mendengar bahwa seseorang yang berakal dan dewasa seperti Al Julas
keluar dari mulutnya kalimat yang dapat mengeluarkan orang yang
mengucapkannya dari keimanan dengan serta-merta, dan memasukkannya
dalam kekafiran.
Sebagaimana alat hitung canggih dapat menyelesaikan setiap
permasalahan yang dilontarkan kepadanya, maka akal Umair bin Sa’d
berpikir segera untuk mengerjakan apa yang semestinya ia lakukan.
Ia menduga bahwa berdiam diri dari apa yang dikatakan Al Julas lalu
menutupinya adalah sebuah pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya,
juga dapat mencelakai Islam sebagaimana yang sering dilakukan oleh kaum
munafik.
Ia juga mengira bahwa mengumumkan kepada orang lain apa yang ia
dengar dari Al Julas adalah merupakan kedurhakaan dirinya kepada orang
yang telah menjadi seperti ayah baginya, dan membalas air susu dengan air
tuba. Al Julas lah yang telah memelihara dia yang tadinya hanyalah seorang
yatim. Ia telah mencukupkan kebutuhan dirinya dari kefakiran, dan
menggantikan posisi ayahnya.
Tiada lain, bagi bocah ini haruslah memilih mana yang paling manis
dari dua pilihan pahit. Sesegera mungkin Umair memilih…
Ia menatap Al Julas sambil berkata: “Demi Allah, ya Julas, tidak ada
orang yang lebih aku cintai setelah Muhammad bin Abdullah selain
kamu… Engkau adalah orang yang aku sayangi.Engkau adalah orang yang
paling mencintaiku. Namun engkau telah mengucapkan kalimat yang bila
aku ceritakan kepada orang lain, maka aku sudah membuatmu sulit.
Namun jika aku sembunyikan, itu berarti aku telah mengkhianati
amanahku dan aku sama saja telah mencelakakan agama dan diriku. Aku
bertekad untuk datang menghadap Rasulullah Saw dan menceritakan apa
yang telah kau katakan. Sadarilah apa yang telah kau lakukan.
%%%
Pemuda Umair bin Sa’d berangkat ke masjid dan menceritakan kepada
Rasulullah Saw apa yang ia dengar dari Al Julas bin Suwaid.
Maka Rasul Saw meminta Umair tinggal bersamanya dan Beliau
mengirim salah seorang sahabatnya untuk memanggil Al Julas.
Tidak berselang lama, maka datanglah Al Julas kemudian ia memberi
salam kepada Rasulullah lalu duduk dihadapan Rasulullah Saw. Nabi Saw
bertanya kepada Al Julas: “Ucapan apa yang kau katakan dan didengar oleh
Umair bin Sa’d?!”… Rasul menyebutkan seperti apa yang telah ia ucapkan.
Al Julas lalu berkata: “Dia telah berbohong tentangku dan telah
membuat-buatnya, Ya Rasulullah! Aku tidak pernah mengucapkan hal itu.”
Maka para sahabat memandangi Al Julas dan Umair bin Sa’d seolah
mereka ingin melihat dari roman wajah keduanya apa yang tersimpan di
dalam dada.
Mereka lalu saling berbisik. Salah seorang yang memiliki penyakit di
hatiny berkata: “Ini adalah pemuda yang durhaka. Ia mau membalas
kebaikan orang yang mengasuhnya dengan keburukan.”
Salah seorang lagi mengatakan: “Malah, anak ini tumbuh dalam
ketaatan kepada Allah. Raut mukanya menggambarkan hal itu.”
Rasul Saw memandang Umair. Beliau mendapati wajah Umair
memerah, dan air mata mengalir dari bola matanya. Air mata tersebut
menetes di pipi dan dadanya dan ia berdo’a: “Ya Allah, turunkanlah bukti
kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan kepadanya… Ya Allah,
turunkanlah bukti kepada Nabi-Mu apa yang telah aku ceritakan
kepadanya.”
Maka berdirilah Al Julas sambil berkata: “Apa yang aku ceritakan
kepadamu adalah benar, ya Rasulullah. Jika engkau berkenan, kami akan
bersumpah dihadapanmu. Aku bersumpah kepada Allah bahwa aku tidak
mengatakan seperti apa yang disampaikan Umair kepadamu.”
Al Julas tidak berhenti mengucapkan sumpahnya sehingga mata
manusia tertuju kepada Umair bin Sa’d sehingga Rasulullah terdiam. Para
sahabat tahu bahwa ini pertanda turunnya wahyu. Mereka berdiri tak
bergeming. Tidak satupun yang bergerak. Mereka membeku dan
pandangan mereka tertuju kepada Nabi Saw.
Saat itu, baru muncul rona ketakutan dan malu di wajah Al Julas.
Munculah kemenangan pada Umair. Semua orang merasakan itu sehingga
Rasulullah Saw siuman lagi. Beliau lalu membaca:
“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama)
Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu).
Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan
telah menjadi kafir sesudah Islam, dan menginginkan apa yang
mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah
dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah
melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka
bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka
berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka denga azab yang
pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak
mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.”
(QS. At-Taubah [9] :74)
Al Julas gemetar ketakutan usai mendengar ayat tersebut. Hampir saja
lisannya terlilit karena takut. Kemudian ia menatap Rasulullah Saw dan
berkata: “Aku bertaubat, ya Rasulullah… aku bertaubat. Umair benar, ya
Rasulullah dan aku adalah orang yang berdusta. Pintalah Allah untuk
menerima taubatku, aku siap menjadi tebusanmu, ya Rasulullah!”
Lalu Rasulullah saw melihat ke arah Umair bin Sa’d, rupanya air mata
kebahagiaan telah membasahi wajahnya yang bersinar dengan cahaya
iman.
Rasul Saw lalu menjulurkan tangannya yang mulia ke telinga Umair
dan memegangnya dengan lembut sambil berkata: “Telingamu telah jujur
mendengarkan, wahai anak dan Tuhanmu telah membenarkanmu.”
%%%
Al Julas kembali ke pangkuan Islam dan ia menjalankan keislamannya
dengan baik. Para sahabat mengetahui perbaikan kondisinya karena ia
memberikan banyak kebaikan kepada Umair.
Al Julas berkata setiap kali diingatkan tentang Umair:
“Allah akan membalasnya atas kebaikan yang ia lakukan padaku. Ia
telah menyelamatkan aku dari kekafiran, dan membebaskan diriku dari api
neraka.
Wa ba’du… ini bukanlah kisah yang paling menarik dalam hidup
seorang pemuda yang menjadi sahabat Rasul bernama Umair bin Sa’d.
Dalam hidupnya banyak sekali kisah yang lebih baik dan menarik.
Sampai jumpa lagi dengan kisah Umair bin Sa’d pada usia dewasanya.
Dalam Usia Dewasa
“Aku Amat Berharap Memiliki Orang Seperti Umair bin Sa’d untuk
Menjadi Pembantuku dalam Menangani Urusan Kaum Muslimin.”
(Umar bin Khattab)
Baru saja kita mengetahui sebuah kisah hidup seorang sahbat yang
terkenal Umair bin Sa’d pada usia mudanya. Mari bersama kita ikuti kisah
hidupnya yang hebat pada usia dewasanya. Kalian akan mendapati bahwa
kisah ini tidak kalah menarik dengan kisah yang pertama.
%%%
Penduduk Himsh80 adalah penduduk yang paling sering mengeluhkan
pemimpin mereka. Tidak ada seorang wali yang datang kepada mereka,
kecuali mereka mendapati pada diri wali tersebut banyak sekali aib dan
dosa yang ia lakukan dan mereka akan melaporkan hal ini kepada
Khalifatul Muslimin, dan mereka berharap agar Khalifah berkenan
menggantikannya dengan yang lebih baik lagi.
Umar Al Faruq berniat untuk mengirimkan kepada mereka seorang
wali yang tidak cacat dan memiliki track record yang baik di mata mereka.
Maka Umar menyeleksi para pembantunya dan ia menguji mereka satu
per satu, namun ia tidak menemukan adanya orang yang lebih baik
daripada Umair bin Sa’d.
Umair saat itu sedang berangkat berperang ke sebuah pulau di negeri
Syam sebagai pemimpin pasukan pejuang di jalan Allah. Ia membebaskan
banyak kota dan merobohkan banyak benteng, menundukkan banyak
kabilah dan mendirikan banyak masjid di setiap daerah di manapun ia
berada.
Meski ia sedang melakukan itu semua, Amirul Mukminin
memanggilnya, dan menyuruhnya untuk berangkat ke Himsh dan menjadi
wali di sana. Ia pun menuruti perintah Amirul Mukminin meski
sebenarnya ia tidak menyenanginya karena tidak ada yang lebih ia sukai
selain jihad di jalan Allah.
Umair tiba di Himsh dan ia mengajak manusia untuk shalat berjama’ah.
Usai shalat, ia berkhutbah dihadapan manusia. Ia memulainya dengan
memuji Allah dan bershalawat kepada Muhammad Saw. Ia lalu berkata:
“Wahai manusia, Islam adalah benteng yang kokoh dan gerbang yang
kuat. Benteng Islam adalah keadilan dan gerbangnya adalah kebenaran.
Jika benteng telah dihancurkan dan gerbang telah dirobohkan, maka
perlindungan agama ini tidak ada lagi. Islam akan senantiasa melindungi
selagi kekuasaan tegak berdiri. Tegaknya kekuasaan bukanlah dengan
cambukan dan sabetan pedang. Akan tetapi dengan keadilan dan
kebenaran.”
Kemudian ia meneruskan pekerjaannya untuk melaksanakan apa yang
telah ia rancang untuk mereka dari rencananya yang ia paparkan lewat
khutbah yang singkat.
%%%
Umair menjalankan tugasnya di Himsh selama setahun penuh, namun
tidak ada surat yang dikirimkan kepada Amirul Mukminin dan tidak ada 1
dirham atau dinar dari harta fai’ yang sampai ke baitul mal. Maka hal itu
menimbulkan keraguan pada diri Umar, karena ia amat khawatir terhadap
para wali yang ia angkat akan ujian kepemimpinan. Tidak ada yang
ma’shum menurut Umar selain Rasulullah Saw.
Umar langsung memerintahkan kepada sekretarisnya: “Kirimkan surat
kepada Umair bin Sa’d yang berbunyi: ‘Jika surat Amirul Mukminin telah
sampai kepadamu, maka tinggalkanlah Himsh dan datanglah kepadanya.
Bawalah harta fai’ muslimin yang kau sembunyikan.”
%%%
Umair bin Sa’d menerima surat Umar bin Khattab ra. Ia lalu membawa
tempat bekalnya, ia membawa tempat makannya di atas pundak dan juga
tempat air wudhunya. Ia juga memegang senjatanya dengan tangan. Ia
meninggalkan Himsh dan menyusuri jalan di atas kedua kakinya menuju
Madinah.
Begitu Umair tiba di Madinah, nampak sekali bahwa kulitnya telah
berubah, tubuhnya kurus, rambutnya panjang. Dan nampak pada dirinya
kelelahan akibat perjalanan.
%%%
Umair datang menghadap Umar bin Khattab. Kondisi Umair membuat
Umar keheranan dan berkata: “Apa yang terjadi padamu, wahai Umair?!”
Umair menjawab: “Tidak ada yang terjadi pada diriku, wahai Amirul
Mukminin. Aku seha wal afiat, Alhamdulillah. Aku membawa semua dunia
bersamaku dan aku tarik dari kedua tanduknya.”
Umar bertanya: “Apa yang kau bawa dari dunia? (Umar menduga
bahwa Umair membawa harta untuk Baitul Mal muslimin)”
Umair menjawab: “Aku membawa tempat bekalku dimana aku simpan
di situ bekal perjalananku. Aku juga membawa piring besar tempat aku
makan dan membasuh tubuh dan menyuci bajuku. Aku juga membawa
tempat air untuk wudhu dan minum.
Lalu dunia semuanya –wahai amirul mukminin- mengikuti barangbarangku ini, aku tidak memerlukan hal yang lebih dari ini, dan tidak ada
selain aku yang memiliki barang-barang ini.”
Umar bertanya: “Apakah engkau datang dengan berjalan kaki?” Ia
menjawab: “Benar, ya Amirul Mukminin.” Umar bertanya: “Bukankah
sebagai pemimpin engkau telah diberikan hewan tunggangan?” Ia
menjawab: “Mereka belum memberiku, dan aku tidak minta kepada
mereka.” Umar bertanya: “Lalu mana harta yang akan engkau setorkan ke
Baitul Mal?” Ia menjawab: “Aku tidak membawa apapun.” Umar bertanya:
“Mengapa demikian?” Ia menjawab: “Begitu aku sampai di Himsh, aku
mengumpulkan para penduduknya yang shalih. Aku menunjuk mereka
sebagai pengumpul fai’ dari para penduduk. Setiap kali mereka
mengumpulkan fai’, aku bermusyawarah kepada mereka tentang
penggunaan harta fai’ ini dan aku tempatkan pada alokasinya, dan aku
infakkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.”
Umar lalu berkata kepada sekretarisnya: “Perbaharuilah perjanjian
untuk Umair agar menjadi wali di daerah Himsh!”
Umair berkata: “Jangan… itulah yang tidak aku inginkan. Aku tidak
akan bekerja untukmu dan tidak untuk orang setelahmu, ya Amirul
Mukminin.”
Lalu Umair meminta izin untuk pergi ke suatu kampung di ujung
Madinah dimana keluarganya berada. Maka Umar pun mengizinkannya.
Tidak lama Umair pergi menuju kampungnya, Umar berniat untuk
menguji sahabatnya ini, dan menguji kepercayaannya. Ia berkata kepada
salah seorang kepercayaannya yang bernama Al Harits: “Susullah Umair
bin Sa’d, wahai Al Harits! Singgahlah dirumahnya seolah engkau bertamu.
Jika engkau menemukan tanda-tanda kemakmuran pada dirinya, maka
kembalilah. Jika engkau melihatnya dalam kondisi amat sulit, maka
berikanlah dinar-dinar ini.”
Lalu Umar memberikan sekantung uang yang berisikan 100 dinar.
%%%
Al Harits berangkat hingga tiba di kampun Umair bin Sa’d. Ia bertanya
dimana alamatnya, lalu ia ditunjukkan oleh seseorang.
Saat Al Harits menjumpainya, ia berkata: “Assalamu’alaika wa
rahmatu-Llahi.” Umair menjawab: “Wa alaikas salam wa rahmatullahi wa
barakatuhu. Dari mana engkau datang?” Al Harits menjawab: “Dari
Madinah.” Umair bertanya: “Bagaimana kondisi muslimin di sana saat kau
meninggalkan mereka?” Al Harits menjawab: “Mereka baik-baik saja.”
Umair bertanya: “Bagaimana kabar Amirul Mukminin?” Al Harits
menjawab: “Ia sehat dan shalih.” Umair bertanya: “Bukankah ia
menegakkan hukum hudud?” Al Harits menjawab: “Benar, Ia pernah
mendera anaknya yang melakukan dosa keji.” Umair berkata: “Ya Allah,
tolonglah Umar. Yang aku ketahui tentangnya adalah bahwa ia adalah
orang yang amat mencintai-Mu!”
%%%
Al Harits menjadi tamu Umair bin Sa’d selama 3 malam. Setiap malam,
Umair menghidangkan sepotong roti gandum.
Pada hari ketiga; ada seorang dari kaum Umair berkata kepada Al
Harits: “Engkau telah merepotkan Umair dan keluarganya. Mereka tidak
memiliki apapun kecuali roti gandum yang mereka berikan kepadamu
meski mereka sendiri tidak memakannya. Kelaparan telah mengancam
hidup mereka. Jika kau berkenan, menginaplah di tempatku!”
%%%
Saat itu, Al Harits mengeluarkan kantung dinar dan memberikannya
kepada Umair. Umair bertanya: “Apa ini?” Al Harits menjawab: “Itu
dikirimkan untukmu oleh Amirul Mukminin.” Umair berkata: “Kembalikan
kepadanya, sampaikan salamku padanya dan katakan padanya bahwa
Umair tidak membutuhkan dinar tersebut!”
Tiba-tiba istri Umair berteriak –rupanya ia mendengarkan pembicaraan
suaminya dengan si tamu- ia berkata: “Ambillah, ya Umair. Jika kau
membutuhkannya engkau dapat memberi nafkah dari uang itu. Jika kau
tidak membutuhkannya, maka engkau akan dapat menyalurkannya.
Banyak orang yang membutuhkan di daerah ini.”
Begitu Al Harits mendengar ucapan istri Umair, Al Harits menaruh
uang dinar tersebut di depan Umair dan lalu pergi. Lalu Umair mengambil
uangdinar tersebut dan ia bagikan dalam kantung-kantung kecil. Ia tidak
tidur pada malam itu sebelum ia membagikan semuanya kepada orang
yang membutuhkan, khususnya para anak syuhada.
%%%
Al Harits kembali ke Madinah, dan Umar bertanya kepadanya: “Apa
yang kau dapat, ya Harits?” Ia menjawab: “Kondisi yang amat sulit, wahai
Amirul Mukminin!” Umar bertanya: “Apakah kau berikan dinar-dinar itu
kepadanya?” Ia menjawab: “Ya, wahai Amirul Mukminin!” Umar bertanya
lagi: “Lalu apa yang ia perbuat dengan uang dinar tadi?” Ia menjawab:
“Aku tidak tahu. Aku menduga ia tidak akan menyisakan 1 dirham pun
untuk dirinya.

Lalu Umar mengirimkan surat kepada Umair yang berbunyi: “Jika
suratku ini telah datang kepadamu, janganlah kau letakan sebelum kau
datang kepadaku!”
%%%
Umair bin Sa’d berangkat ke Madinah dan menghadap kepada Amirul
Mukminin. Umar menyambutnya dan berkata kepadanya: “Apa yang kau
perbuat dengan uang dinar itu, ya Umair?” Ia menjawab: “Apa urusanmu,
ya Umar.” Umar berkata: “Aku berkeras untuk mengetahui apa yang telah
kau lakukan dengan uang dinar itu?” Ia menjawab: “Aku telah
menabungnya untuk diriku agar ia bermanfaat bagiku di hari tiada harta
dan keturunan yang akan memberi manfaat…”
Maka meneteslah air mata Umar. Ia berkata: “Aku bersaksi bahwa
engkau adalah termasuk orang yang mengutamakan orang lain atas diri
mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan
itu).” Kemudian Umar memerintahkan agar Umair diberi makan dan 2
helai baju.
Umair berkata: “Kami tidak memerlukan makanan, wahai Amirul
Mukminin. Aku telah menyisakan 2 sha’ gandum buat keluargaku. Jika 2
sha’ tadi habis maka Allah Swt akan memberikan rizqi lagi kepada kami…
Sedangkan baju, akan aku ambil untuk Ummu Fulan (maksudnya adalah
istrinya) bajunya sudah rusak dan hampir saja ia telanjang.
%%%
Tidak lama berselang setelah perjumpaan itu antara Umar al Faruq dan
sahabatnya, sehingga Allah Swt mengizinkan Umair bin Sa’d untuk
menyusul Nabi dan kekasihnya Muhammad bin Abdullah Saw setelah
kerinduan yang lama ia simpan untuk berjumpa dengannya.
Umair berangkat menyusuri jalan akhirat dengan meninggalkan
dirinya, ia berjalan dengan langkah pasti, ia tidak merasa terbebani dengan
segala macam permasalahan dunia, dan punggungnya tidak dibebani
dengan hiruk-pikuk dunia.
Tidak ada yang ia bawa selain cahaya, petunjuk, wara dan taqwa…
Saat Umar Al Faruq berta’ziah, wajahnya diliputi dengan kesedihan,
dan duka menghiasi hatinya. Ia berkata: “Aku amat berharap memiliki
orang seperti Umair bin Sa’d untuk menjadi pembantuku dalam menangani
urusan kaum muslimin.”
%%%
Semoga Allah meridhai Umair bin Sa’d. Dia adalah seorang tauladan
yang harus ditiru dari sekian banyak orang. Ia juga merupakan seorang murid yang istimewa dalam asuhan Rasulullah Muhammad bin Abdullah
Saw.
Kisah dan Teladan sahabat rasul : Umair bin Sa’d Kisah dan Teladan sahabat rasul : Umair bin Sa’d Reviewed by kopi pancong on November 09, 2017 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.