Rabi’ah Bin Ka’b
“Rabi’ah Bin Ka’b Melakukan Ibadah dengan Sungguh-Sungguh
Agar Ia Dapat Menyusul Rasulullah Saw di Surga… Sebagaimana Ia
Pernah Hidup Bersama Beliau Sebagai Seorang Pembantu di Dunia.”
Rabi’ah bin Ka’b berkata: “Dulunya aku adalah seorang pemuda yang
beranjak remaja, saat jiwaku mulai disinari oleh cahaya iman, dan hatiku
mulai dipenuhi dengan ajaran-ajaran agama Islam.”
Begitu mataku untuk pertama kalinya merasakan kedamaian menatap
Rasulullah Saw, pandangan pertama tersebut telah menimbulkan
kecintaanku kepadanya sehingga mengisi seluruh anggota tubuhku. Aku“Rabi’ah Bin Ka’b Melakukan Ibadah dengan Sungguh-Sungguh
Agar Ia Dapat Menyusul Rasulullah Saw di Surga… Sebagaimana Ia
Pernah Hidup Bersama Beliau Sebagai Seorang Pembantu di Dunia.”
Rabi’ah bin Ka’b berkata: “Dulunya aku adalah seorang pemuda yang
beranjak remaja, saat jiwaku mulai disinari oleh cahaya iman, dan hatiku
mulai dipenuhi dengan ajaran-ajaran agama Islam.”
Begitu mataku untuk pertama kalinya merasakan kedamaian menatap
Rasulullah Saw, pandangan pertama tersebut telah menimbulkan
begitu cinta kepada Beliau sehingga membuatku berpaling dari siapapun
selainnya.
Suatu hari aku berkata dalam diri sendiri: Celaka engkau, ya Rabiah!
Mengapa tidak kau paksakan dirimu untuk berkhidmat kepada
Rasulullah?!
Tawarkanlah dirimu kepadanya… Jika Beliau menerimamu, maka
engkau akan senang berada di dekatnya dan bahagia mendapatkan
kecintaannya. Malah engkau akan mendapatkan kebaikan di dunia dan
akhirat.
Tak lama kemudian aku langsung menawarkan diriku kepada
Rasulullah. Aku berharap ia mau menerimaku sebagai pembangtunya.
Beliau rupanya tidak memupus harapanku. Ia menerimaku sebagai
pembantunya.
Sejak saat itu, aku menjadi orang yang selalu berada di dekatnya. Aku
berjalan bersamanya kemana saja Beliau pergi. Aku selalu mengiringi
Beliau.
Kalau Beliau melirik ke arahku dengan matanya, maka pasti aku segera
datang dan sudah berada di hadapannya. Jika ia membutuhkan sesuatu,
pasti Beliau mendapatiku segera memenuhi kebutuhannya.
Aku membantu Beliau sepanjang hari. Jika siang sudah pergi dan Beliau
sudah melakukan shalat Isya dan mulai masuk ke kamarnya untuk tidur,
maka aku pun pulang dan kembali ke rumah.
Akan tetapi kemudian aku bertanya dalam diri sendiri: Mau pergi
kemana, ya Rabiah?! Mungkin saja Rasulullah Saw membutuhkan sesuatu
pada malam hari. Maka aku pun duduk di depan pintu rumah Rasul Saw,
dan tidak sedikit pun bergeser dari sana.
Rasulullah Saw terkadang
menghabiskan malamnya dengan shalat; aku
sering mendengar Beliau membaca Surat Al Fatihah. Beliau terus-menerus
membaca ulang surat tersebut pada sebagian malam, sehingga aku merasa
bosan dan membiarkan Beliau membacanya, atau karena aku merasakan
ngantuk dan mataku sudah berat terasa.
Terkadang aku mendengar Beliau membaca Samia-Llahu liman
hamidahu, Beliau terus mengulanginya beberapa lama lebih lama dari pada
ia membaca surat Al Fatihah berulang-ulang.
%%%
Salah satu kebiasaan Rasulullah Saw adalah tidak ada orang yang
berbuat kebaikan kepadanya kecuali Beliau ingin membalasnya dengan
yang lebih baik lagi kepada orang tersebut.
Beliau ingin sekali membalas pengabdianku kepadanya. Pada suatu
Beliau menghampiriku dan bersabda: “Ya, Rabiah bin Ka’b!” Aku
menjawab: “Baik, ada apa ya Rasulullah?!” Beliau bersabda: “Mintalah
kepadaku sesuatu dan aku akan memberikannya padamu!” Aku berpikir
sejenak dan lalu aku berkata: “Berikanlah aku waktu ya Rasul agar aku
dapat memikirkan hal apa yang dapat aku minta darimu, nanti akan aku
beritahu.” Beliau bersabda: “Baik, kalau begitu!”
Pda saat itu aku adalah seorang pemuda yang fakir yang tidak memiliki
keluarga dan harta apalagi rumah. Akan tetapi aku tinggal di Suffah130
masjid bersama orang-orang fakir muslimin sepertiku. Dan manusia pada
saat itu memanggil kami dengan sebutan Dhuyuf Al Islam (Para tamu
Islam).
Jika ada seorang dari kaummuslimin yang membayarkan sedekah,
maka Rasulullah Saw akan mengirimkan harta sedekah tersebut kepada
kami.
Jika ada orang yang memberi Beliau hadiah, maka Beliau mengambil
sedikit dari hadiah tersebut, kemudian sisanya Beliau berikan kepada kami.
Kemudian aku terpikir untuk meminta sesuatu dari kebaikan dunia
yang dapat membuatku kaya dan keluar dari kefakiran. Sehingga aku bisa
menjadi orang lain yang memiliki harta, istri dan anak.
Akan tetapi sesat kemudian hatiku berkata: “Celaka kamu, ya Rabiah.
Dunia ini akan hilang dan fana. Dan engkau dalam dunia ini sudah diberi
rizqi yang telah ditanggung oleh Allah Swt. Rizqi tersebut pasti akan
mendatangimu. Sedangkan Rasulullah Saw memiliki posisi terhormat di sisi
Tuhannya yang tidak bakal ditolak setiap permintaannya. Maka mintalah
darinya agar ia meminta kepada Allah kebaikan akhirat bagi dirimu.
Maka hatiku pun menjadi nyaman dengan pikiran tersebut.
sering mendengar Beliau membaca Surat Al Fatihah. Beliau terus-menerus
membaca ulang surat tersebut pada sebagian malam, sehingga aku merasa
bosan dan membiarkan Beliau membacanya, atau karena aku merasakan
ngantuk dan mataku sudah berat terasa.
Terkadang aku mendengar Beliau membaca Samia-Llahu liman
hamidahu, Beliau terus mengulanginya beberapa lama lebih lama dari pada
ia membaca surat Al Fatihah berulang-ulang.
%%%
Salah satu kebiasaan Rasulullah Saw adalah tidak ada orang yang
berbuat kebaikan kepadanya kecuali Beliau ingin membalasnya dengan
yang lebih baik lagi kepada orang tersebut.
Beliau ingin sekali membalas pengabdianku kepadanya. Pada suatu
Beliau menghampiriku dan bersabda: “Ya, Rabiah bin Ka’b!” Aku
menjawab: “Baik, ada apa ya Rasulullah?!” Beliau bersabda: “Mintalah
kepadaku sesuatu dan aku akan memberikannya padamu!” Aku berpikir
sejenak dan lalu aku berkata: “Berikanlah aku waktu ya Rasul agar aku
dapat memikirkan hal apa yang dapat aku minta darimu, nanti akan aku
beritahu.” Beliau bersabda: “Baik, kalau begitu!”
Pda saat itu aku adalah seorang pemuda yang fakir yang tidak memiliki
keluarga dan harta apalagi rumah. Akan tetapi aku tinggal di Suffah130
masjid bersama orang-orang fakir muslimin sepertiku. Dan manusia pada
saat itu memanggil kami dengan sebutan Dhuyuf Al Islam (Para tamu
Islam).
Jika ada seorang dari kaummuslimin yang membayarkan sedekah,
maka Rasulullah Saw akan mengirimkan harta sedekah tersebut kepada
kami.
Jika ada orang yang memberi Beliau hadiah, maka Beliau mengambil
sedikit dari hadiah tersebut, kemudian sisanya Beliau berikan kepada kami.
Kemudian aku terpikir untuk meminta sesuatu dari kebaikan dunia
yang dapat membuatku kaya dan keluar dari kefakiran. Sehingga aku bisa
menjadi orang lain yang memiliki harta, istri dan anak.
Akan tetapi sesat kemudian hatiku berkata: “Celaka kamu, ya Rabiah.
Dunia ini akan hilang dan fana. Dan engkau dalam dunia ini sudah diberi
rizqi yang telah ditanggung oleh Allah Swt. Rizqi tersebut pasti akan
mendatangimu. Sedangkan Rasulullah Saw memiliki posisi terhormat di sisi
Tuhannya yang tidak bakal ditolak setiap permintaannya. Maka mintalah
darinya agar ia meminta kepada Allah kebaikan akhirat bagi dirimu.
Maka hatiku pun menjadi nyaman dengan pikiran tersebut.
Kemudian aku menghadap
Rasulullah Saw dan Beliau bertanya: “Apa
yang hendak kau katakan, ya Rabiah?!”
Aku menjawab: “Ya Rasulullah, aku memintamu agar engkau berdo’a
kepada Allah untukku agar Ia menjadikan aku sebagai pendampingmu di
surga!” Beliau Saw bertanya: “Siapa yang telah memberimu nasehat akan
hal ini?” Aku menjawab: “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang
memberiku nasehat. Akan tetapi saat kau bersabda kepadaku: ‘Mintalah
kepadaku, pasti akan aku berikan’ hatiku mengatakan agar aku meminta
kepadamu sebagian dari kebaikan dunia… Kemudian tidak lama berselang
aku lebih memilih kehidupan yang abadi daripada kehidupan yang fana
ini, maka aku memintamu agar engkau berdoa untukku kepada Allah agar
aku dapat menjadi pendampingmu di surga.
Rasulullah Saw diam beberapa lama kemudian bertanya: “Atau ada
permintaan selain itu, ya Rabiah?” Aku menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.
Aku tidak akan mengganti apa yang telah aku minta kepadamu.” Beliau
bersabda: “Baiklah, kalau begitu bantu aku dalam menolong dirimu dengan
memperbanyak sujud!”
Maka aku pun bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah agar
aku dapat mendampingi Rasulullah Saw di surga, sebagaimana aku telah
beruntung telah menjadi pembantunya dan menemani Beliau di dunia.
%%%
Kemudian tidak berselang lama sejak saat itu hingga Rasulullah Saw
memanggilku dan bertanya: “Apakah engkau tidak mau menikah, ya
Rabiah?”
Aku menjawab: “Aku tidak ingin ada sesuatu yang menyibukkan aku
dari berkhidmat kepadamu, ya Rasulullah! Apalagi aku tidak memiliki
sesuatu yang dapat aku jadikan sebagai mahar. Aku pun tidak punya harta
untuk membiayai hidupnya.” Kemudian Beliau terdiam. Lalu Beliau melihat
ke arahku untuk kedua kalianya dan bertanya: “Apakah engkau tidak
berniat untuk menikah, ya Rabiah?!” Aku pun memberikan jawaban yang
sama kepada Beliau seperti sebelumnya.
Akan tetapi begitu aku berpikir sejenak dalam hatiaku merasa menyesal
dengan apa yang telah aku lakukan. Aku pun berkata: “Celaka engkau, ya
Rabiah! Demi Allah, sungguh Nabi Saw lebih mengetahui dari dirimu apa
yang terbiak bagi agama dan duniamu, dan ia lebih tahu tentang apa yang
kau miliki. Demi Allah, jika Rasulullah Saw setelah ini menanyakan aku
apakah aku hendak menikah, pasti akan aku jawab Beliau dengan jawaban
ya!”
%%%
Tidak lama setelah itu, Rasulullah Saw bertanya kepadaku: “Apakah
engkau tidak berniat untuk menikah, ya Rabiah?!” Aku menjawab: “Tentu,
yang hendak kau katakan, ya Rabiah?!”
Aku menjawab: “Ya Rasulullah, aku memintamu agar engkau berdo’a
kepada Allah untukku agar Ia menjadikan aku sebagai pendampingmu di
surga!” Beliau Saw bertanya: “Siapa yang telah memberimu nasehat akan
hal ini?” Aku menjawab: “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang
memberiku nasehat. Akan tetapi saat kau bersabda kepadaku: ‘Mintalah
kepadaku, pasti akan aku berikan’ hatiku mengatakan agar aku meminta
kepadamu sebagian dari kebaikan dunia… Kemudian tidak lama berselang
aku lebih memilih kehidupan yang abadi daripada kehidupan yang fana
ini, maka aku memintamu agar engkau berdoa untukku kepada Allah agar
aku dapat menjadi pendampingmu di surga.
Rasulullah Saw diam beberapa lama kemudian bertanya: “Atau ada
permintaan selain itu, ya Rabiah?” Aku menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.
Aku tidak akan mengganti apa yang telah aku minta kepadamu.” Beliau
bersabda: “Baiklah, kalau begitu bantu aku dalam menolong dirimu dengan
memperbanyak sujud!”
Maka aku pun bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah agar
aku dapat mendampingi Rasulullah Saw di surga, sebagaimana aku telah
beruntung telah menjadi pembantunya dan menemani Beliau di dunia.
%%%
Kemudian tidak berselang lama sejak saat itu hingga Rasulullah Saw
memanggilku dan bertanya: “Apakah engkau tidak mau menikah, ya
Rabiah?”
Aku menjawab: “Aku tidak ingin ada sesuatu yang menyibukkan aku
dari berkhidmat kepadamu, ya Rasulullah! Apalagi aku tidak memiliki
sesuatu yang dapat aku jadikan sebagai mahar. Aku pun tidak punya harta
untuk membiayai hidupnya.” Kemudian Beliau terdiam. Lalu Beliau melihat
ke arahku untuk kedua kalianya dan bertanya: “Apakah engkau tidak
berniat untuk menikah, ya Rabiah?!” Aku pun memberikan jawaban yang
sama kepada Beliau seperti sebelumnya.
Akan tetapi begitu aku berpikir sejenak dalam hatiaku merasa menyesal
dengan apa yang telah aku lakukan. Aku pun berkata: “Celaka engkau, ya
Rabiah! Demi Allah, sungguh Nabi Saw lebih mengetahui dari dirimu apa
yang terbiak bagi agama dan duniamu, dan ia lebih tahu tentang apa yang
kau miliki. Demi Allah, jika Rasulullah Saw setelah ini menanyakan aku
apakah aku hendak menikah, pasti akan aku jawab Beliau dengan jawaban
ya!”
%%%
Tidak lama setelah itu, Rasulullah Saw bertanya kepadaku: “Apakah
engkau tidak berniat untuk menikah, ya Rabiah?!” Aku menjawab: “Tentu,
ya Rasul! Akan tetapi siapa
yang mau mengambil aku sebagai menantu,
engkau kan tahu siapa diriku?!”
Kemudian Beliau bersabda: “Pergilah kepada keluarga fulandan
katakan kepada mereka: bahwa Rasulullah Saw memerintahkan kalian
untuk menikahkan aku dengan seorang putri kalian yang bernama
fulanah!’.
Kemudian aku mendatangi mereka sambil malu-malu dan aku katakan
kepada mereka: bahwa Rasulullah Saw mengutus aku kepada kalian untuk
dinikahkan dengan salah seorang putri kalian yang bernama fulanah.
Mereka bertanya keheranan: “Fulanah?!” Aku menjawab: “Ya, dia.” Maka
mereka pun berkata: “Selamat datang Rasulullah, selamat datang bagi
orang yang diutus Rasulullah.” Demi Allah, orang yang diutus Rasulullah
tidak akan kembali pulang kecuali dengan membawa hal yang
diinginkannya.
Kemudian mereka melangsungkan akad nikah perkawinanku.
Maka aku lalu mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: “Ya Rasulullah,
aku datang dari sebuah rumah terbaik yang pernah aku temui. Mereka
mempercayaiku dan menyambutku. Mereka pun menikahkan aku dengan
putrinya. Lalu dari mana aku dapat memberikan mahar kepada mereka?!”
Maka Rasul Saw memanggil Buraidah bin Al Hushaib –dia adalah salah
seorang pemuka kaumku (Bani Aslam)- dan Rasul bersabda kepadanya: “Ya
Buraidah, kumpulkanlah oleh kalian emas seberat biji buat Rabiah!” Maka
Buraidah mengumpulkannya untukku.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda kepadaku: “Bawalah ini kepada
mereka dan katakan kepada mereka bahwa ini adalah mahar putri kalian!”
Aku pun mendatangi mereka dan menyerahkan tersebut kepada mereka
dan mereka pun menerimanya dengan senang hati. Mereka mengatakan:
“Ini cukup banyak dan baik.”
Kemudian aku menghadap Rasulullah Saw dan aku berkata kepada
Beliau: “Aku tidak pernah bertemu sebuah kaum yang lebih mulia dari
mereka. Mereka senang dengan apa yang aku berikan kepada mereka –
meski sedikit- namun mereka mengatakan: ‘Ini cukup banyak dan baik.’
Lalu dari mana aku akan mendapatkan dana untuk membuat walimah, ya
Rasulullah?!”
Rasul Saw lalu bersabda kepada Buraidah: “Kumpulkan uang untuk
Rabiah seharga seekor domba!” Kemudian mereka membelikan untukku
seekor domba yang besar dan gemuk.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda kepadaku: “Temuilah Aisyah dan
katakan kepadanya bahwa ia harus memberikan kepadamu semua gandum
yang ia miliki!” Aku pun mendatanginya dan Aisyah berkata: “Ini satu
engkau kan tahu siapa diriku?!”
Kemudian Beliau bersabda: “Pergilah kepada keluarga fulandan
katakan kepada mereka: bahwa Rasulullah Saw memerintahkan kalian
untuk menikahkan aku dengan seorang putri kalian yang bernama
fulanah!’.
Kemudian aku mendatangi mereka sambil malu-malu dan aku katakan
kepada mereka: bahwa Rasulullah Saw mengutus aku kepada kalian untuk
dinikahkan dengan salah seorang putri kalian yang bernama fulanah.
Mereka bertanya keheranan: “Fulanah?!” Aku menjawab: “Ya, dia.” Maka
mereka pun berkata: “Selamat datang Rasulullah, selamat datang bagi
orang yang diutus Rasulullah.” Demi Allah, orang yang diutus Rasulullah
tidak akan kembali pulang kecuali dengan membawa hal yang
diinginkannya.
Kemudian mereka melangsungkan akad nikah perkawinanku.
Maka aku lalu mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: “Ya Rasulullah,
aku datang dari sebuah rumah terbaik yang pernah aku temui. Mereka
mempercayaiku dan menyambutku. Mereka pun menikahkan aku dengan
putrinya. Lalu dari mana aku dapat memberikan mahar kepada mereka?!”
Maka Rasul Saw memanggil Buraidah bin Al Hushaib –dia adalah salah
seorang pemuka kaumku (Bani Aslam)- dan Rasul bersabda kepadanya: “Ya
Buraidah, kumpulkanlah oleh kalian emas seberat biji buat Rabiah!” Maka
Buraidah mengumpulkannya untukku.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda kepadaku: “Bawalah ini kepada
mereka dan katakan kepada mereka bahwa ini adalah mahar putri kalian!”
Aku pun mendatangi mereka dan menyerahkan tersebut kepada mereka
dan mereka pun menerimanya dengan senang hati. Mereka mengatakan:
“Ini cukup banyak dan baik.”
Kemudian aku menghadap Rasulullah Saw dan aku berkata kepada
Beliau: “Aku tidak pernah bertemu sebuah kaum yang lebih mulia dari
mereka. Mereka senang dengan apa yang aku berikan kepada mereka –
meski sedikit- namun mereka mengatakan: ‘Ini cukup banyak dan baik.’
Lalu dari mana aku akan mendapatkan dana untuk membuat walimah, ya
Rasulullah?!”
Rasul Saw lalu bersabda kepada Buraidah: “Kumpulkan uang untuk
Rabiah seharga seekor domba!” Kemudian mereka membelikan untukku
seekor domba yang besar dan gemuk.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda kepadaku: “Temuilah Aisyah dan
katakan kepadanya bahwa ia harus memberikan kepadamu semua gandum
yang ia miliki!” Aku pun mendatanginya dan Aisyah berkata: “Ini satu
keranjang yang didalamnya
terdapat 7 sha’131 gandum. Demi Allah, kami
tidak memiliki makanan lain selain itu.”
Kemudian aku membawa domba dan gandum tadi kepada keluarga
calon istriku. Kemudian mereka berkata: “Kami yang akan mengolah
gandum, sedangkan domba maka suruhlah para sahabatmu untuk
mengolahnya!”
Maka aku membawa kembali domba tadi –saya dan beberapa orang
dari Aslam- kemudian kami menyembelihnya dan lalu kami masak. Maka
siaplah kini bahwa kami sudah memiliki roti dan makanan.
Aku pun mengadakan walimah dan aku mengundang Rasulullah Saw
dan Beliau memenuhi undanganku.
%%%
Kemudian Rasulullah Saw memberikanku sepetak tanah yang terletak
di sebelah tanah milik Abu Bakar.Maka mulailah dunia merasuki diriku,
sehingga aku pernah berselisih dengan Abu Bakar tentang sebuah pohon
kurma. Aku berkata: “Pohon ini berada di tanahku.” Abu Bakar membalas:
“Bukan, malah pohon tersebut berada di tanahku.” Lalu aku pun
berargumen dengannya. Dan ia mengucapkan kalimat kasar kepadaku.
Begitu ia sadar bahwa ia telah berkata kasar, maka ia pun menyesal dan
berkata: “Ya Rabiah, balaslah ucapan tadi kepadaku sehingga menjadi
qishas atas ucapanku tadi!” Aku menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan
melakukannya.” Ia berkata: “Kalau demikian, aku akan menghadap
Rasulullah Saw untuk mengadukan bahwa engkau tidak mau menuntut
qishas kepadaku.”
Maka berangkatlah Abu Bakar untuk menghadapi Nabi Saw, dan aku
pun mengikutinya dari belakang.
Beberapa orang dari kaumku Bani Aslam mengikutiku dan berkata:
“Dia yang memulai dengan mencacimu, dan dia mendahuluimu untuk
menghadap Rasulullah Saw dan mengadukanmu?!”
Aku menoleh ke arah mereka dan berkata: “Celaka kalian, apakah
kalian tidak tahu siapa orang ini?! Dia adalah As Shiddiq dan orang muslim
yang dituakan. Pulanglah kalian sebelum ia menoleh dan melihat kalian
semua, sehingga ia mengira bahwa kalian datang untuk menolongku, dan
itu akan membuatnya marah. Kemudian ia akan datang kepada Rasulullah
sehingga membuat Beliau marah sebab Abu Bakar marah. Dan Allah Swt
pun akan marah karena marahnya kedua orang tersebut dan akhirnya
Rabiah pun akan binasa.” Maka mereka pun semua kembali pulang.
Lalu Abu Bakar menghampiri Nabi Saw, dan ia menceritakan kisah
kejadiannya sebagaimana aslinya. Kemudian Rasulullah Saw mengangkat
tidak memiliki makanan lain selain itu.”
Kemudian aku membawa domba dan gandum tadi kepada keluarga
calon istriku. Kemudian mereka berkata: “Kami yang akan mengolah
gandum, sedangkan domba maka suruhlah para sahabatmu untuk
mengolahnya!”
Maka aku membawa kembali domba tadi –saya dan beberapa orang
dari Aslam- kemudian kami menyembelihnya dan lalu kami masak. Maka
siaplah kini bahwa kami sudah memiliki roti dan makanan.
Aku pun mengadakan walimah dan aku mengundang Rasulullah Saw
dan Beliau memenuhi undanganku.
%%%
Kemudian Rasulullah Saw memberikanku sepetak tanah yang terletak
di sebelah tanah milik Abu Bakar.Maka mulailah dunia merasuki diriku,
sehingga aku pernah berselisih dengan Abu Bakar tentang sebuah pohon
kurma. Aku berkata: “Pohon ini berada di tanahku.” Abu Bakar membalas:
“Bukan, malah pohon tersebut berada di tanahku.” Lalu aku pun
berargumen dengannya. Dan ia mengucapkan kalimat kasar kepadaku.
Begitu ia sadar bahwa ia telah berkata kasar, maka ia pun menyesal dan
berkata: “Ya Rabiah, balaslah ucapan tadi kepadaku sehingga menjadi
qishas atas ucapanku tadi!” Aku menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan
melakukannya.” Ia berkata: “Kalau demikian, aku akan menghadap
Rasulullah Saw untuk mengadukan bahwa engkau tidak mau menuntut
qishas kepadaku.”
Maka berangkatlah Abu Bakar untuk menghadapi Nabi Saw, dan aku
pun mengikutinya dari belakang.
Beberapa orang dari kaumku Bani Aslam mengikutiku dan berkata:
“Dia yang memulai dengan mencacimu, dan dia mendahuluimu untuk
menghadap Rasulullah Saw dan mengadukanmu?!”
Aku menoleh ke arah mereka dan berkata: “Celaka kalian, apakah
kalian tidak tahu siapa orang ini?! Dia adalah As Shiddiq dan orang muslim
yang dituakan. Pulanglah kalian sebelum ia menoleh dan melihat kalian
semua, sehingga ia mengira bahwa kalian datang untuk menolongku, dan
itu akan membuatnya marah. Kemudian ia akan datang kepada Rasulullah
sehingga membuat Beliau marah sebab Abu Bakar marah. Dan Allah Swt
pun akan marah karena marahnya kedua orang tersebut dan akhirnya
Rabiah pun akan binasa.” Maka mereka pun semua kembali pulang.
Lalu Abu Bakar menghampiri Nabi Saw, dan ia menceritakan kisah
kejadiannya sebagaimana aslinya. Kemudian Rasulullah Saw mengangkat
kepalanya ke arahku dan
bertanya: “Ya Rabiah, apa yang telah terjadi
antara dirimu dan As Shiddiq?” Aku menjawab: “Ya Rasulullah, ia
menginginkan agar aku mengatakan kepadanya sebagaimana yang telah ia
katakan kepadaku, namun aku tidak mau melakukannya.”
Beliau lalu bersabda: “Benar. Jangan kau katakan kepadanya seperti apa
yang telah ia katakan kepadamu, akan tetapi katakanlah: Semoga Allah
mengampuni Abu Bakar!”
Maka aku pun mengatakan: “Semoga Allah mengampunimu, wahai
Abu Bakar!”
Maka keluarlah Abu Bakar dengan mata yang berlinang. Dan ia
berkata: “Semoga Allah akan membalas kebaikanmu kepadaku wahai
Rabiah bin Ka’b… Semoga Allah akan membalas kebaikanmu kepadaku
wahai Rabiah bin Ka’b.”
antara dirimu dan As Shiddiq?” Aku menjawab: “Ya Rasulullah, ia
menginginkan agar aku mengatakan kepadanya sebagaimana yang telah ia
katakan kepadaku, namun aku tidak mau melakukannya.”
Beliau lalu bersabda: “Benar. Jangan kau katakan kepadanya seperti apa
yang telah ia katakan kepadamu, akan tetapi katakanlah: Semoga Allah
mengampuni Abu Bakar!”
Maka aku pun mengatakan: “Semoga Allah mengampunimu, wahai
Abu Bakar!”
Maka keluarlah Abu Bakar dengan mata yang berlinang. Dan ia
berkata: “Semoga Allah akan membalas kebaikanmu kepadaku wahai
Rabiah bin Ka’b… Semoga Allah akan membalas kebaikanmu kepadaku
wahai Rabiah bin Ka’b.”
Kisah dan Teladan Sahabat Rasul Rabi’ah Bin Ka’b
Reviewed by kopi pancong
on
November 15, 2017
Rating:
No comments: