Recent Posts

Iklan Tengah Artikel 2

Kisah dan Tealdan Sahabat rasul Abu Sufyan bin Al Harits

Abu Sufyan bin Al Harits
“Abu Sufyan bin Al Harits adalah Pemimpin Para Pemuda di Surga”
(Muhammad Rasulullah)
Jarang sekali 2 orang ini berhubungan dan berkomunikasi sebagaimana
Muhammad bin Abdullah Saw dengan Abu Sufyan bin Al Harits…
Abu Sufyan adalah orang yang sebaya dengan Rasul Saw. Ia lahir tidak
jauh berselang dengan kelahiran Nabi Saw. Dan ia juga tumbuh di
keluarga yang sama.
Dia adalah sepupu dekat Nabi Saw. Ayahnya bernama Al Harits,
sedangkan Abdullah, ayah Nabi Saw adalah saudara kandung dari Al Harits
dari keturunan Abdul Muthalib.
Abu Sufyan juga merupakan saudara sesusuan Nabi Saw, karena samasama disusui oleh Sayyidah Halimah As Sa’diyah.
Lebih dari itu, dia adalah sahabat kental Nabi yang amat mirip dengan
Beliau.
%%%
Apakah Anda pernah mendapatkan kerabat yang lebih akrab daripada
Muhammad bin Abdullah dengan Abu Sufyan bin Al Harits?
Oleh karenanya, banyak orang mengira bahwa Abu Sufyan lebih pantas
untuk menjadi orang yang pertama menyambut seruan Rasulullah Saw dan
menjadi orang pertama yang mengikuti jejak langkah Beliau. Akan tetapi,
hal yang terjadi sebenarnya berbeda dari kebanyakan dugaan orang.
Karena pada saat Rasulullah Saw melakukan dakwahnya secara terangterangan dan memberi peringatan kepada keluarga besarnya, maka
timbulah api kebencian di hati Abu Sufyan terhadap Rasulullah Saw.
Maka berubahlah persahabatn menjadi permusuhan. Hubungan
keluarga menjadi terputus. Dan persaudaraan menjadi penolakan dan
berpalingan.
%%%
Pada saat Rasulullah Saw melakukan dakwah secara terang-terangan,
Abu Sufyan saat itu adalah seorang penunggang kuda terkenal di kalangan
bangsa Quraisy, dan ia juga merupakan salah seorang penyair Quraisy
yang ternama. Oleh karenanya, pedang dan lisannya ia jadikan senjata
untuk menyerang Rasulullah Saw dan dakwahnya. Ia juga menggunakan
segala kemampuannya untuk melakukan penindasan kepada Rasulullah
Saw dan kaum muslimin.
Tidak ada peperangan yang dilakukan oleh bangsa Quraisy terhadap
Nabi Saw kecuali, Abu Sufyan yang menjadi penyulutnya. Tidak ada
penyiksaan yang dilakukan terhadap kaum muslimin kecuali, Abu Sufyan
memiliki peran penting dalam hal tersebut.
%%%
Abu Sufyan telah menggunakan kemampuan syairnya. Lewat lisannya
ia menghina Rasulullah Saw. Ia mengatakan tentang diri Nabi Saw sebuah
ucapan yang amat keji dan menyakitkan.
%%%
Permusuhan Abu Sufyan kepada Nabi Saw berlangsung lama hingga
mencapai 20 tahun lamanya. Selama masa itu, ia tidak pernah ketinggalan
dalam melakukan makar terhadap Rasulullah Saw, dan ia juga tidak pernah
ketinggalan dalam melakukan kejahatan terhadap kaum muslimin, dan ia
bangga dengan perbuatan dosa yang ia lakukan.
%%%
Sebelum terjadinya penaklukan kota Mekkah, Abu Sufyan menerima
surat dari Rasulullah Saw agar ia mau masuk Islam. Kisah masuknya Abu
Sufyan ke dalam Islam merupakan sebuah kisah menarik yang sering
terdapat dalam kitab-kitab sirah dan buku-buku sejarah.
Kita akan mempersilahkan Abu Sufyan untuk menceritakan hal ini
sendiri, karena perasaan yang dimilikinya lebih dapat menjiwai. Dan ia
lebih kompeten dalam menuturkannya.
Abu Sufyan berkata: “Saat Islam sudah berjaya dan mantap, dan banyak
kabar berita yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw sedang menuju
Mekkah untuk menaklukkannya. Maka aku merasa bumi menjadi sempit
bagi diriku. Aku bertanya dalam diri: Hendak kemana aku pergi?! Dan
siapa yang akan menemani?! Kepada siapa aku akan berlindung?!
Lalu aku mendatangi istri dan anak-anakku. Aku katakan kepada
mereka: “Bersiaplah kalian untuk pergi dari Mekkah karena Muhammad
sebentar lagi akan tiba. Aku pasti akan terbunuh jika kaum muslimin
menjumpaiku.”
Keluargaku berkata: “Sudah saatnya engkau menyadari bahwa bangsa
Arab dan Ajam sudah tunduk kepada Muhammad Saw dan memeluk
agamanya. Sedangkan engkau masih saja berkeras untuk terus
memusuhinya padahal engkau adalah orang yang paling layak untuk
mendukung serta menolongnya?!
Mereka terus-menerus membujukku untuk mau memeluk agama
Muhammad sehingga Allah Swt berkenan untuk melapangkan dadaku agar
dapat menerima Islam.
%%%
Sejurus kemudian aku berkata kepada budakku yang bernama
Madzkur untuk mempersiapkan unta serta kuda. Aku ajak anakku yang
bernama Ja’far untuk turut serta. Lalu kami menuju ke arah daerah Abwa
yaitu sebuah tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Ada orang
yang menyampaikan kepadaku bahwa Muhammad sedang bermukim di
sanan.
Saat aku sudah hampir tiba di Abwa, maka aku menyamar agar tidak
ada orang yang mengenaliku lalu membunuhku sebelum aku menjumpai
Nabi Saw dan menyatakan keislamanku dihadapannya.
Aku lalu berjalan kaki kira-kira satu mil sedangkan rombongan kaum
muslimin berjalan bergerombolan menuju Makkah. Aku menyisih dari
jalan mereka karena khawatir ada yang salah seorang sahabat Muhammad
yang mengenaliku.
%%%
Dalam kondisi tersebut, lalu aku melihat Rasulullah Saw dalam
tunggangannya. Maka aku mencegatnya dan aku berdiri di hadapannya.
Aku pun membuka tutup wajahku. Begitu kedua matanya melihatku dan
mengenaliku, lalu Rasulullah Saw berpaling menuju sisi lain jalan. Aku pun
mengejarnya ke tempat ia berada. Lagi-lagi Rasulullah Saw berpaling ke sisi
jala lain dan akupun mengejarnya lagi. Ia melakukan hal itu berkali-kali.
%%%
Tadinya aku tidak ragu –saat aku menghadap Rasulullah- bahwa Beliau
dan para sahabatnya akan bergembira dengan keislamanku.
Akan tetapi kaum muslimin saat melihat Rasulullah Saw yang berpaling
dari diriku mereka juga ikut berpaling:
Abu Bakar menjumpaiku, ia juga berpaling dariku. Aku lalu melihat
Umar bin Khattab dengan tatapan memelas agar hatinya luluh, namun ia
juga lebih keras lagi berpalingnya ketimbang Abu Bakar…
Bahkan ada seorang dari suku Anshar yang mencomoohku dan berkata:
“Wahai musuh Allah, engkau adalah orang yang pernah menyiksa
Muhammad dan para sahabatnya. Engkau sudah memusuhi Nabi dari
timur hingga barat dunia…
Orang Anshar tadi terus menerus mencercaku dan melakukannya
dengan suara keras sehingga kaum muslimin memandangku dengan sinis,
dan senang dengan apa yang aku rasakan.
Pada saat itu, lalu aku mendapati pamanku Abbas, dan aku berlindung
kepadanya. Aku berkata: “Wahai paman, aku tadinya berharap bahwa
Rasulullah Saw akan senang dengan keislamanku karena aku adalah
kerabatnya dan karena aku orang terkemuka di kaumku. Engkau sudah
tahu apa sikap Beliau terhadapku. Tolonglah, engkau berbicara kepada
Beliau, agar Beliau ridha kepadaku!”
Lalu pamanku berkata: “Tidak, demi Allah! Aku tidak akan berbicara
kepadanya tentangmu meski satu kata setelah aku melihat Beliau telah
berpaling dari dirimu, kecuali bila ada kesempatan untuk melakukannya
maka aku akan menghadap Beliau Saw.”
Aku lalu bertanya: “Wahai paman, lalu kepada siapa engkau hendak
menyerahkanku?!”
Beliau menjawab: “Aku tidak bisa memberikan apa-apa untukmu selain
apa yang telah kau baru saja dengar!”
Aku serta-merta menjadi panik dan sedih. Tidak lama setelah itu, aku
melihat sepupuku Ali bin Abi Thalib dan akupun mengadukan
permasalahanku kepadanya. Iapun mengatakan hal yang sama
sebagaimana yang telah dikatakan pamanku Abbas.
Pada saat itu, aku kembali kepada pamanku Abbas dan berkata: “Wahai
paman, jika engkau tidak mampu untuk membujuk Rasulullah Saw untuk
diriku, maka dapatkan engkau menghentikan orang yang terus-menerus
mencerca dan menghinaku serta mengajak orang untuk melakukan hal
yang sama!” Abbas berkata: “Tunjukkan ciri-cirinya!” Aku pun
menunjukkannya. Abbas berkata: “Dia adalah Nu’aiman bin Al Harits An
Najari.” Ia pun menemui Nu’aiman dan berkata: “Wahai Nu’aiman, Abu
Sufyan adalah sepupu Rasulullah Saw dan keponakanku. Meskipun hari ini
Rasulullah Saw benci terhadapnya, namun Beliau suatu hari akan ridha
kepadanya. Maka hentikanlah cacianmu terhadapnya!”
Abbas terus membujuknya sehingga Nu’aiman rela untuk
menghentikan caciannya kepadaku. Dan akhirnya ia berkata: “Setelah ini,
aku tidak akan menyerangnya lagi.”
%%%
Begitu Rasulullah Saw singgah di Juhfah91, aku pun duduk di depan
pintu rumahnya. Aku disertai putraku Ja’far yangberdiri. Saat Beliau
melihatku –ketika Beliau keluar dari rumah- Beliau memalingkan
wajahnya dariku. Namun aku tidak berputus asa untuk membuat Beliau
ridha kepadaku. Aku berusaha agar dapat bisa duduk di depan pintu
rumahnya di setiap tempat dimana Beliau singgah. Dan aku menyuruh
Ja’far berdiri di sampingku. Setiap kali Rasulullah Saw melihatku, ia
langsung berpaling dariku.
Aku terus menerus melakukan hal itu dalam masa yang lama. Begitu
aku sudah tidak sanggup lagi, aku berkata kepada istriku: “Demi Allah
Rasulullah Saw akan ridha kepada ku, atau aku akan mengajak anakku ini
untuk berjalan di muka bumi sehingga kami mati kelaparan atau kehausan.
Saat hal itu terdengar oleh Rasulullah Saw pasti ia akan kasihan
kepadaku…” Saat Rasulullah Saw keluar dari kubahnya, Beliau
memandangku dengan pandangan yang lebih lembut dari sebelumnya, aku
berharap Beliau akan tersenyum.
%%%
Kemudian Rasulullah Saw masuk ke Mekkah dan aku berada dalam
rombongannya. Beliau kemudian menuju Masjidil Haram, dan aku pun
berlari di hadapannya agar tidak tertinggal.
Pada peristiwa Hunainin, bangsa Arab berkumpul dengan jumlah
pasukan yang amat besar untuk memerangi Rasulullah Saw dan belum
pernah mereka sedemikian banyaknya. Mereka mempersiapkan
persenjataan yang belum pernah selengkap saat itu. Mereka bertekad untuk
mengalahkan Islam dan kaum muslimin.
Rasulullah Saw lalu berangkat dengan serombongan para sahabatnya,
dan akupun ikut serta dalam rombongan itu. Saat aku melihat pasukan
musyrikin yang sedemikian banyaknya, aku berkata: “Demi Allah, aku akan
menebus segala kesalahanku dalam memusuhi Rasulullah Saw, dan Beliau
pasti akan melihat perjuanganku yang akan membuat Allah dan Beliau
ridha.”
Saat kedua pasukan bertemu, kaum musyrikin sepertinya unggul
terhadap pasukan muslimin. Maka merasuklah rasa khawatir dan putus asa
pada pasukan muslimin. Banyak orang yang berpisah dari komando
Rasulullah Saw. Hampir saja kami mengalami kekalahan telak.
Lalu tiba-tiba Rasulullah Saw tetap tegar di tengah medan laga di atas
bighalnya seolah gunung kokoh. Dengan pedang di tangan, ia
mempertahankan dirinya dan orang yang ada di sekelilingnya seperti singa
yang menerkam.
Pada saat itu, aku melompat dari kudaku. Aku pecahkan sarung pedang
dan Allah Swt mengetahui bahwa aku rela mati demi Rasulullah Saw.
Pamanku Abbas menarik tali bighal Nabi Saw dan berdiri di sampingnya.
Dan aku berdiri di sisi sebelahnya. Di tangan kananku terdapat pedang
untuk melindungi Rasulullah Saw. Sedangkan tangan kiriku memegang
hewan tunggangan Beliau.
Saat Nabi Saw melihat kegigihan perjuanganku, Beliau bertanya kepada
pamanku Abbas: “Siapakah ini?” Abbas menjawab: “Dia adalah saudaramu
dan sepupumu, Abu Sufyan bin Al Harits. Ridhailah dirinya, ya Rasulullah!”
Rasul bersabda: “Aku telah ridha kepadanya. Dan Allah telah mengampuni
permusuhan yang telah ia lakukan kepadaku!
Maka hati ku langsung gembira mendengar Rasulullah Saw telah ridha
kepadaku. Aku mencium kakinya yang berada di atas tunggangan.
Kemudian ia menoleh ke arahku sambil bersabda: “Wahai saudaraku,
majulah dan bunuhlah!”
Ucapan Rasulullah Saw mengobarkan semangatku. Maka aku
menyerang kaum musyrikin yang menggoncangkan posisi mereka. Kamu
muslimin kemudian mengikutiku menyerang mereka sehingga kami
mampu mengusir mereka kira-kira sejauh 1 farsakh92. Dan kami mampu
membuat mereka kocar-kacir.
%%%
Sejak peristiwa Hunainin, Abu Sufyan merasakan indahnya keridhaan
Rasulullah Saw dan ia bahagia dengan persahabatan Beliau. Namun Abu
Sufyan tidak pernah mengangkat pandangannya dihadapan Beliau, dan
tidak pernah pandangannya tertuju pada wajah Beliau karena merasa malu
dengan masa lalunya.
%%%
Abu Sufyan selalu menyesali masa-masa kelam yang ia gunakan pada
masa jahiliah karena telah terhalang dari cahaya Allah, terhalang dari
kitab-Nya. Oleh karenanya, ia senantiasa menghabiskan waktu siang dan
malamnya bersama Al Qur’an, mempelajari hukum-hukumnya dan
menyerap segala nasehat yang ada di dalamnya.
Dia benar-benar telah meninggalkan dunia dan menghadap Allah Swt
dengan seluruh anggota badannya. Sehingga pada suatu kesempatan
Rasulullah Saw melihat Abu Sufyan masuk ke dalam masjid. Rasulullah Saw
lalu bertanya kepada Aisyah ra: “Tahukah kamu siapakah orang itu, ya
Aisyah?” Aisyah menjawab: “Tidak tahu, ya Rasulullah!” Rasul bersabda:
“Dia adalah sepupuku, Abu Sufyan bin Al Harits. Perhatikanlah, dia adalah
orang yang pertama masuk ke dalam masjid dan dialah orang yang
terakhir keluar. Pandangannya tidak akan berpaling dari gerak langkah
sendalnya.”
%%%
Saat Rasulullah Saw kembali ke pangkuan Tuhannya. Abu Sufyan
bersedih atas kematian Beliau seperti seorang ibu yang menangisi anak
tunggalnya yang meninggal. Ia menangisi Rasulullah seperti seorang yang
ditinggal mati oleh kekasihnya. Abu Sufyan membuat sebuah kasidah yang
menggambarkan kesedihan dan kenestapaan. Ia berkata:
Tak dapat aku tidur, dan malam terasa panjang bagiku… Malam
musibah bagi saudaraku begitu panjang

Aku bahagia karena derita ku tidak terlalu panjang… Sepanjang
musibah yang dirasakan oleh kaum muslimun
Musibah terasa berat bagi kami… Apalagi di saat Rasul diambil ruhnya
Karena musibah ini… Semua sisi bumi terasa sempit
Kami kehilangan wahyu dan orang yang senantiasa dihampiri oleh
Jibril
Dan itulah yang lebih pantang menjadi perjalanan jiwa manusia
Dialah seorang Nabi yang telah melenyapkan keraguan diri kamu…
dengan apa yang diwahyukan kepadanya dan dengan apa yang ia sabdakan
IA telah memberi kami petunjuk dan kami tidak khawatir tersesat…
sebab Rasul menjadi petunjuk bagi kami
Berpisahlah jika engkau ragu dan itu merupakan kekuarangan… Jika
kau tak ragu maka inilah jalan sebenarnya
Maka kubur bapakmu adalah pemuka semua kubur… dan di dalamnya
terdapat panghulu manusia yaitu Rasul
%%%
Pada masa kekhalifahan Umar Al Faruq, Abu Sufyan merasakan ajalnya
telah tiba lalu ia menggali kubur dengan tangannya sendiri.
Tiga hari setelah itu, maka datanglah kematian untuk menjemputnya,
seolah seperti sebuah agenda yang telah dijanjikan. Ia kemudian menatap
istri, anak dan seluruh keluarganya lalu berkata: “Janganlah kalian
menangisiku. Demi Allah, aku tidak pernah berhubungan lagi dengan
kesalahan sejak aku masuk Islam.
Kemudian pergilah ruhnya yang suci. Umar Al Faruq melakukan shalat
untuknya dan bersedih karena kepergiannya. Dan ini dirasakan oleh para
sahabat yang mulia. Mereka semua menganggap kematian Abu Sufyan
merupakan sebuah musibah yang terjadi bagi Islam dan muslimin.


Kisah dan Tealdan Sahabat rasul Abu Sufyan bin Al Harits Kisah dan Tealdan Sahabat rasul Abu Sufyan bin Al Harits Reviewed by kopi pancong on November 11, 2017 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.